Hukum & Kriminal
Persidangan Gus Tamyis Dinilai Cacat Hukum, Penasehat Sampaikan Tidak Ada Barang Bukti
Memontum Kota Malang – Terdakwa Muhammad Tamyis atau Gus Tamyis (48), warga Desa Sumbersuko, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, menjalani persidangan di PN Kepanjen, dengan agenda pledoi atau nota pembelaan, Senin (18/12/2023) kemarin.
Dalam pembelaan ini, MS Alhaidary SH MH, penasihat hukumnya, menegaskan bahwa perkara atas nama Tamyis sejak pertama sudah cacat hukum. “Cacat sejak jaksa menyerahkan ke pengadilan. Karena tidak sesuai dengan penetapan ketua majelis hakim, yang menangani perkara itu,” kata Alhaidary, Selasa (19/12/2023) tadi.
Sebab, ujarnya, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara ini memerintahkan jaksa untuk menghadapkan terdakwa, alat bukti dan barang bukti. “Sementara yang dihadapkan jaksa hanya terdakwa dan alat bukti. Sedangkan barang bukti tidak ada. Di dalam penetapan pengadilan tersebut memakai kata ‘dan’. Kata ‘dan’ itu imperatif bukan alternatif. Artinya, yang dihadapkan hanya dua. Kalau cuma dua, kurang satu. Tidak ada barang bukti,” jelasnya.
Kedua, lanjutnya, bahwa dalam tuntutan jaksa, menyebutkan bahwa terdakwa dianggap terbukti dalam perkara ini. “Dianggap terbukti, berdasarkan dengan barang bukti yang dihadapkan di muka persidangan. Padahal, tidak ada satupun barang bukti yang dihadapkan di persidangan. Jadi intinya, perkara ini cacat sejak diserahkan jaksa ke pengadilan,” tegasnya.
Ketiga, jelasnya, bahwa semua saksi yang dihadirkan, baik itu di penyidik hingga pengadilan, tidak satupun ada yang mengetahui secara persis peristiwa yang didakwakan. Melainkan, mereka (saksi, red) cerita sendiri-sendiri tentang peristiwa pengalaman sendiri.
“Keterangan saksi yang tidak melihat sendiri, tapi cerita tentang pengalaman sendiri. Ini tidak bisa dijadikan alat bukti, untuk membuktikan dugaan kesalahan terdakwa. Keterangan saksi yang seperti itu, berlaku untuk dirinya sendiri. Karena belum pernah dilakukan penyelidikan, penyidikan benar atau tidak pengakuannya. Saksi yang dihadirkan ada tujuh, namun tidak satu pun yang mengetahui secara persis peristiwa yang didakwakan,” urainya.
Baca juga :
Karena perkara ini cacat hukum, terangnya, maka tuntutan 15 tahun oleh JPU kepada Tamyis, dirasa tidak masuk akal. “Tuntutannya sangat tidak masuk akal. Dari pertama sudah cacat, tidak ada barang bukti dan tidak ada saksi yang mengetahui langsung,”imbuhnya.
Dalam persidangan, keterangan saksi korban juga sudah terbantahkan. “Keterangan saksi korban semua dibantah oleh saksi yang meringankan. Bahkan korban sediri dalam percakapannya dengan saksi inisial R, mengaku tidak pernah dicium terdakwa apalagi diraba-raba,” ungkapnya.
Advokat senior itu, juga menuturkan, bahwa perkara yang membuat Gus Tamyis duduk di kursi terdakwa ini hanya berdasarkan keterangan yang mengaku sebagai korban, yakni inisial UNR. “Dalam bahasa hukum, UNR adalah Unnus Testis Nullus Testis atau satu saksi, bukan saksi. Sementara, dua saksi lainnya, hanya mendengar cerita UNR yang belum tentu kebenarannya. Hanya saksi berdasarkan katanya atau mendengar cerita orang lain,” jelasnya.
Seperti terhadap surat dakwaan JPU, paparnya, tidak ditemukan keterangan rinci yang membuat dakwaan menjadi lebih spesifik daripada sekadar persangkaan umum yang mengada-ada, dan sengaja disusun hanya untuk memenuhi prosedur, tanpa didukung fakta yang sebenarnya. Tim penasihat hukum Gus Tamyis juga menduga ada LSM yang mempengaruhi.
“Sehingga setelah dicermati secara seksama, perkara ini seharusnya dan selayaknya tidak akan sampai diajukan ke Pengadilan. Sejak tingkat penyelidikan, penyidikan hingga dilimpahkan ke PN Kepanjen sama sekali tidak ada barang bukti, maka cukup alasan bagi majelis hakim untuk mengembalikan berkas perkara ini kepada JPU sekaligus menyatakan dakwaannya tidak dapat diterima atau batal demi hukum,” urainya.
Pihaknya sepakat, pencabulan terhadap anak merupakan kejahatan serius. “Tapi sangat tidak adil menghukum orang dengan kedok perlindungan anak terhadap orang yang cuma jadi korban fitnah. Visum terhadap UNR menyatakan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda gangguan akibat kekerasan seperti yang lazim ditemukan pada korban kekerasan,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, terduga tersangka yakni M Tamyis di tahan Polres Malang. Yakni, atas laporan salah satu orang tua santriwatinya. Dia dilaporkan atas dugaan pencabulan terhadap UNR. Tentunya tuduhan itu ditolak oleh Tamyis, karena tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan. (gie)