Surabaya
Polda Jatim Ungkap Jaringan Kosmetik Ilegal
Memontum Surabaya—-Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) berhasil mengungkap jaringan kosmetik ilegal. Kosmetik tersebut dengan berbagai jenis bahan baku serta merek. Selain itu, produk yang ada merupakan hasil pengemasan ulang. Dengan membuat merek atas produk kemas ulang, jaringan ini menggunakan menggunakan merek-merek yang sudah beredar.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol Ahmad Yusep Gunawan, mengatakan jika merek-merek tersebut berisi dari macam-macam campuran dari berbagak bahan baku dari berbagai merek yang dibeli oleh tersangka.
“Dalam proses penyidikan yang bersangkutan menjelaskan bahwa produksi ini memang benar tidak memiliki izin. Baik izin industri dan dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Yusep, di ruang Humas Mapolda Jatim, Selasa (4/12).
Tersangka telah melancarkan usaha terlarangnya ini sudah sejak dua tahun lamanya. Tersangka seorang perempuan berusia 26 tahun dan berdomisili di wilayah Kediri. Dengan kurun waktu dua warsa, pelaku telah mengantongi pembeli kometik sebanyak 63 ribu.
“Bahkan dalam pemasarannya, tersangka juga mengendors dengan beberapa publik figur. Dan peran artis ini juga membantu di dalam proses pengedaran kosmetik ilegal milik tersangka, dan mungkin para artis itu tidak tahu bahwa barang-barang ini adalah palsu maupun ilegal,” ujarnya.
Ancaman yang diberatkan kepada pelaku yakni, hukuman Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009, dengan ancaman hukuman selama 25 tahun dengan denda Rp 1,5 miliar.
Sementara itu, untuk distribusinya sendiri sudah masuk ke enam kota besar. Yakni Surabaya , Jakarta, Jogja dan kota besar lainnya. Produk kecantikan ilegal ini tentunya bahaya jika dioles ke kulit tubuh dan wajah, karena izin kesehatan dari BPOM tidak ada.
“Untuk 6 publik figur itu akan kami mintai keterangan. Apabila diperlukan dan nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut. Tapi sejauh ini bahwa yang bersangkuatan tidak tahu, karena hanya diminta tolong oleh tersangka untuk membantu meyakinkan para costumer, bahwa barang yang ia jual digunakan oleh publik figur,” jelasnya.
Omset yang diperoleh tersangka selama perbulan mencapai Rp 300 juta, dari berbagi bentuk kosmetik. Untuk operasinya, bahan baku diproduksi secara manual menggunakan peralatan modern. Namun alat packing dan kemasan sudah dibuat dan sudah dilabel berbagai jenis, bahkan tidak menjelaskan spesifikasi isi kandungan zat tersebut.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol. Frans Barung Mangera juga mengatakan, jika sudah dilakukan pengepakkan dan sudah dilakukan pendistribusian dan penjualannya. “Pelaku sudah melakukan selama dua tahun dan sudah menyebar ke masyarakat. Produk ini menyebar tanpa izin BPOM,” ucapnya.
Pihak BPOM, kara Frans, jika pihaknya dapat melihat kosmetik ilegal dari kemasannya, kemudian labelnya. Sebab, jika label untuk produk harus memenuhi syarat. “Misal nama produk kemudian nama produsennya dan alamat produsen, izin edar dan kedaluarsa. Jadi dari BPOM itu ada istilah Cekklik, yakni cek kemasan , label izin edar dan kedaliarsa,” tambahnya.
Sementara itu, untuk bahan baku yang digunakan sudah masuk di public warning. Jadi tidak boleh digunakan, karena terdapat bahan-bahan yang tidak semabarangan digunakan.
“Jadi kalau penggunaannya tidak sesuai dengan aturan dokter, itu bisa merusak kulit dan bisa menimbulkan kangker kulit. Ya produsennya aja belum terdaftar, jadi nomor registrasinya belum ada. Jadi belum pernah BPOM uji. Tapi kalau dari salah satu yang digunakan, ini sudah termasuk public warning,” jelasnya.
Dari ratusan merek-merek, formula yang dihasilkan dari produsen yang bersangkutan. Jadi, jika pelaku digabung menjadi satu produk, komposisi disini tidak bisa diketahui apa saja.
“Jadi aturan pelabelan, komposisi kan harus dijelaskan apa yang terkandung di dalamnya. Kalau tidak ada kan kena UU Perlindungan Konsumen. Konsumen kan harus wajib mengetahui apa yang akan digunakan. Mungkin saja konsumen mempunyai alergi terhadap obat. Jadi tak bisa diketahui, karena komposisi awalnya tidak ada yang dipertanggungjawabkan,” pungkasnya (est/ano)