Lumajang
Sandi Bangga NU, Malah jadi Kontroversi di Lumajang
Memontum Lumajang –Pengibaran bendera NU pada Kampanye Akbar Capres Cawapres RI nomer 02, Prabowo-Sandi, di Stadion Semeru Lumajang, Jawa Timur pada Kamis (4/4/2019), terus diprotes. Jika sebelumnya, Ketua PC GP Ansor Lumajang, Gus Eros, melakukan protes dan kekecewaannya atas berkibarnya Bendera NU, kini giliran Pengurus PCNU Lumajang yang mengeluarkan surat keberatan/ protes.
Protes resmi tersebut ditanda tangani oleh 4 Pengurus Cabang NU Lumajang, KHR. M.Husni Zuhri (Rais), H.Moh Darwis. M.Pd.I (Katib), Mas’ud S.Ag (Ketua), A. Mughits Naufal, SH.I (Sekretaris). Berikut 4 poin pandangan PCNU Lumajang yang ditembuskan ke PBNU Jakarta dan PWNU Jatim di Surabaya :
1. Kami menyampaikan bahwa bendera NU merupakan kehormatan jam’iyah NU yang merupakan hasil ijtima’iyah NU yang mencerminkan nilai-nilai luhur dan harokah perjuangan NU dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
2. Kami Jam’iyah NU memandang sebuah aspirasi atas hajat politik adalah sebuah hak setiap warga negara. Namun demikian NU memandang bahwa kinerja politik untuk meraih simpati masyarakat harus dilakukan dengan cara yang bermartabat tanpa menodai lembaga-lembaga, organisasi dan institusi resmi di Republik ini.
3. Kami mewakili segenap keluarga besar NU Kabupaten Lumajang menyampaikan kekecewaan dan nota keberatan yang sangat dalam atas tindakan penyalahgunaan “Bendera NU” dalam kegiatan Kampanye Akbar paslon 02 yang bertempat di stadion Lumajang Pada hari Kamis 4 April 2019.
4. Kami menyampaikan bahwa tindakan pengibaran “Bendera NU” dalam kegiatan kampanye politik semacam ini adalah bentuk pelecehan kepada Jam’iyah NU yang dapat menimbulkan gesekan horizontal di tengah masyarakat.
Itulah 4 nota keberatan PCNU Lumajang yang dibuat pada 6 April 2019. Sementara itu, Minggu (7/4/2019) Toto Hadi Purnomo (Pernah menjadi pengurus MWC NU Kedungjajang), mengatakan, “Tak langkong… Cak epon NU tak man ka’man keng bede e man ka’man…” (Mohon maaf…katanya NU tidak kemana mana tapi ada dimana mana—Red).”
“Saya tahu (dia menyebut nama seseorang—Red), di PCNU Lumajang ada pendukung paslon 01. Maka tidak etis bila beliau mengatakan hal ini (bendera NU di kampanye paslon 02) dianggap pelecehan. Karena telah diketahui struktur NU secara massif digunakan untuk mendukung paslon 01,” ungkapnya tanpa tedeng aling-aling. Maka NU Non Struktur (baik pimpinan pesantren atau akar rumput) pun, menurut dia, berhak meluruskan dengan menunjukkan bahwa NU itu bisa dimana-mana.
“Karena Khittah NU secara de facto atau de jure tidak boleh di gunakan dalam politik praktis”, tukasnya. Toto Hadi Purnomo, berpandangan, dalam sikap kemasyarakatan, Khittah NU 1926 menjelaskan 4 prinsip Aswaja :
1. Tawasut (sikap tengah)
2. i’tidal (berbuat adil)
3. Tasamuh (toleran terhadap perbedaan pandangan)
4. Tawazun (seimbang dalam berkhidmat kepada Tuhan, masyarakat, dan sesama umat manusia), dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan).
Dalam hal ini sudah jelas, bahwa pilpres adalah bentuk ambil bagian (keikut sertaan) warga nahdliyin dalam amal kemasyarakatan berbangsa dan bernegara yg di dalamnya terdapat amar ma’ruf nahi munkar. Sudah seharusnya warga NU mengambil sikap sesuai dg 4 prinsip di atas.
“Maka ketika Ansor Lumajang secara sepihak berupaya memaksakan kehendak menjadikan NU sebagai milik sebuah golongan, dalam hal ini 01, maka secara tidak langsung mereka telah melanggar prinsip prinsip di atas”, ujarnya
Apalagi kemudian membuat narasi narasi seolah olah pasangan 02 tidak aswaja. “Padahal kita semua tahu lora As’at Samsul Arifin Situbondo, KH. Idrus Ramli (pakar Aswaja NU), bahkan putra pendiri NU pun banyak yang mendukung 02”, selorohnya.
Seyogianya, kata dia, beliau yang hari ini di NU Struktural untuk lebih arif dan bijaksana, sebagaimana sikap seorang yang alim dan wara’ dalam menyikapi perbedaan. Mengingat mereka adalah pengurus Nahdlatul ‘ulama. “Tidak berpikir partisan sebagaimana politisi murni yang tidak punya pijakan sikap bijaksana seorang ulama nan wara’, imbuhnya.
Hal senada juga di sampaikan Gus Irfan, Pengasuh Pesantren Al Farros Tebu Ireng, Wakil Ketua LPNU. Bahkan dzurriyyah muassis NU ini membuat pernyataan terkait ramainya pemberitaan dan protes PCNU Lumajang terkait Pengibaran Bendera NU oleh Sandiaga Uno, Cawapres RI nomer urut 02, saat Kampanye Akbar di Stadion Semeru Lumajang. Berikut pernyataannya :
1. Pengibaran bendera NU oleh Cawapres Sandiaga Uno hanyalah umpan balik dari peserta kampanye di Lumajang yang notabene kader NU. Bukan masuk dalam skenario panitia kampanye di Lumajang. Sandiaga merespons dari peserta kampanye. Sesuatu hal yang natural dan wajar saja. Bendera NU bukan dipersiapkan oleh panitia kampanye. Itu yang perlu digarisbawahi.
2. Justru menjadi pertanyaan, mengapa PCNU Lumajang begitu reaktif atas tindakan spontan Sandiaga Uno tersebut? Tapi untuk masalah yang lebih serius, yakni penggunaan mesin struktur NU untuk pemenangan paslon nomor 01, struktur NU tidak bergeming. Struktur NU tidak bereaksi, namun justru terlibat aktif.
3. Kami sebagai dzurriyyah muassis NU, sangat prihatin dengan lelaku oknum pengurus struktur NU yang tanpa tedeng aling-aling menjadikan NU sebagai kendaraan politik partisan berjangka pendek. Mestinya, NU sebagai penjaga moral para pelaku politik, namun justru terlibat sebagai pemain lapangan. Tindakan yang ceroboh dan menjadikan cacat historis bagi perjalanan khitah NU. Pengurus ada masanya, tapi kami sebagai anak turun pendiri NU, tak ada masanya hingga hayat dikandung badan.
4. Reaksi PCNU Lumajang dengan memframing tindakan Sandi terkait bendera NU sedemikian rupa, sejatinya sedang melakukan tindakan sebagaimana peribahasa “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Baiknya, para pengurus NU di semua jenjang organisasi untuk meminta fatwa pada hati masing-masing apakah tindakan mereka benar secara organisasi atau tidak. “Fastafti Qolbaka”, mintalah fatwa pada hati kalian apakah menjadikan NU sebagai mesin politik partisan berjangka pendek, merupakan tindakan baik atau tidak?..(adi/yan)