Hukum & Kriminal
Terpidana Korupsi Uang Perjalanan Dinas, Mantan Pejabat Masuk Bui
Memontum Kota Malang – Terpidana Kariyono (68) pensiunan PNS, warga Jl Kedungklinter, Surabaya, Jumat (5/6/2020) siang, dieksekusi petugas Kejaksaan Kota Malang untuk dibawa ke Lapas Klas 1 Malang. Mantan kepala Balai Pelayanan Kemetrologian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim di Malang dijebloskan ke bui karena dugaan korupsi pemotongan uang perjalanan dinas Tahun 2007 sebesar Rp 77.845.000.
Berdasarkan atas putusan Mahkamah Agung (MA), Oktober 2019, Kariyono diputus harus menjalani penjara selama 2 tahun dengan denda Rp 50 juta subsider masa tahanan 3 bulan.
Namun selama.ini dia sakit dan baru hari ini mendatangi panggilan Kejaksaan Negeri Kota Malang hingga langsung saja dieksekusi. Namun karena saat ini masim pandemi Covid-19, maka Kariyono harus menjalani pemeriksaan kesehatan dan repid test sebelum dibawa ke Lapas Klas 1 Malang.
Kajari Kota Malang Andi Dharmawangsa menjelaskan bahwa Kariyono adalah mantan kepala Balai Pelayanan Kemetrologian Malang 2007. Kasusnya di proses karena pemotongan biaya perjalanan dinas. Kariyono terus melakukan perlawanan hukum hingga putusan MA pada Oktober 2019.
“Alamatnya sempat kami lakukan pencarian. Namun saat berhasil ditemukan, kami berikan surat pemanggilan. Namun saat itu ada balasan dia masih sakit. Hari ini dengan kesadaran diri, dia datang ke sini hingga kami bawa ke Lapas Klas 1 Malang untuk menjalani putusannya,” ujar Andi.
Perlu diketahui bahwa pada 2007, Kariyono mengumpulkan stafnya untuk melakukan pemotongan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) perjalanan dinas untuk biaya tera. Namun uang itu dalam prakteknya digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Putusannya dia juga harus mengembalikan uang tersebut ke kas negara,” ujar Andi.
Saat di Kejaksaan Negeri Kota Malang, Kariyono ditemani oleh kuasa hukumnya Deni Rahardian Muhammad SH. Pihaknya masih akan mempertimbangkan upaya Peninjauan Kembali (PK) untuk kliennya.
” Kami akan mempertimbangkan upaya hukum lain. Saat ini klien kami menjalani putusan MA. Klien kami merasa tidak bersalah karena dia hanya melaksanakan kebijakan pimpinan sebelumnya. Pemotongannya juga hasil dari musyawarah. Untuk PK masih kami pertimbangkan,” ujar Deni. (gie/yan)