Kabar Desa
Warga Songgokerto Batu Sukses Lakukan Budidaya Ulat Sutera dan Pemintalan Manual
Memontum Kota Batu – Eko Hariyanto, warga RT02 RW05, Kelurahan Songgokerto, Kecamatan/Kota Batu, berhasil memintal benang sutera sendiri dari hasil budidaya ulat. Kreativitas memintal benang sutera secara manual tersebut, menjadi satu-satunya di Kota Batu.
Memintal benang sutera secara manual, diceritakan Eko, dimulainya sejak peraturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat pandemi Covid-19 tahun 2019. Dimana saat itu, masyarakat diwajibkan untuk melakukan kegiatan di dalam rumah.
“Sebenarnya sejak tahun 2017, saya sudah budidaya ulat sutra. Kemudian, saat PPKM pandemi Covid-19, yang mewajibkan masyarakat berkegiatan di dalam rumah. Kemudian, saya belajar pintal benang sutra dari kepompong ulat di kandang dari alat pintal yang saya buat sendiri juga,” terang Eko, saat ditemui di rumahnya, Rabu (10/05/2023) tadi.
Diakui, dirinya memang sempat kesulitan hingga sering rusak. Namun lambat laun bisa bagus. Dari, pintal benang selama pandemi tersebut setelah dikumpulkan ternyata laku dijual.
“Dari 300 ekor ulat sutera yang menghasilkan kepompong kalau dijual setiap panennya menghasilkan uang Rp 300 ribu. Sedangkan, setiap panen per bulan menghasilkan rata-rata 3 kilogram sehingga kalau dihitung sampai sekarang ini paling sedikit setiap bulan menghasilkan uang Rp 900 ribu,” tuturnya.
Baca juga :
- Dukung Kegiatan Ponpes, Pemkot dan Kemenag Dampingi Pertumbuhan Ponpes
- Gelar Sarasehan Sambut Hari Santri, Pemkot Malang Tekankan Peran Santri di Era Digital
- Bea Cukai Malang, Pemkab Malang dan Forkopimda Musnahkan 6 Juta Batang Rokok dan Ratusan Liter Miras Ilegal
- Over Weight, Puluhan Personel Polres Trenggalek Lakukan Program Penurunan Berat Badan
- Pemkab Lumajang dan Probolinggo Sepakat Terapkan Pengelolaan Wisata Kedepankan Alam dan Budaya di TNBTS
Untuk teknik budidaya, jelas Eko, dari telur yang menetas selama satu minggu, kemudian selama 28 hari menjadi ulat membentuk kepompong. Lalu, janin calon kupu-kupu dikeluarkan dari kepompong dan setelah dua hari kupu-kupu dikawinkan lagi.
Sedangkan, pembuatan benang diawali dari kepompong ulat sutera yang direbus selama empat jam, kemudian usai direbus ditiriskan dan dijemur. Saat kering, kepompong di suwir-suwir atau di cacah memakai jari tangan yang diatur di alat pintal.
“Kalau dijual ke pengepul berbentuk kepompong yang sudah bersih, tetapi kalau yang dijual ke pengrajin berbentuk benang yang harganya berdasarkan ukuran yang diminta. Ya, tentunya mahal,” ujarnya.
Sebenarnya, budidaya ulat sutera sangat mudah dan makanannya pun juga mudah sehingga bagi pemelihara bisa melakukan kegiatan lain. Untuk itu, dirinya berharap masyarakat untuk belajar karena hasilnya menjanjikan.
“Kalau kendalanya, mungkin dari makanan daunan yang kita tidak tahu ternyata habis disemprot pestisida sehingga mematikan ulat sutera. Tapi, saya berharap masyarakat belajar budidaya hingga memintal benang karena hasilnya menjanjikan,” ujarnya. (put/gie)