Kota Malang
Arist Merdeka Sirait: IM Pantas Disebut Predator Anak
Memontum Kota Malang—Kasus pelecehan seksual yang terjadi di SDN 3 Kauman menjadi perhatian masyarakat Kota Malang, bahkan hingga menarik perhatian nasional. Salah satunya, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, yang datang menemui korban dan keluarga, serta mendatangi SDN Kauman 3 dan Polresta Malang, untuk mencari informasi yang akurat dan mengungkap tabir dugaan kejahatan seksual ini. Kejadian ini cukup mencoreng integritas Kota Pendidikan dan Kota Layak Anak yang tersemat pada Kota Malang.
Selain itu, dari korban yang diduga sekitar 20 siswi ini, hanya beberapa korban saja yang berani melapor 1 orang dan mengadu 1 orang ke Polresta Malang. Dugaan ciutnya keberanian ini lantaran banyak faktor yang mendasari, diantaranya rasa malu, kekhawatiran masa depan, cemoohan di lingkungan masyarakat, dan lainnya yang akan dialami korban dan keluarga. Bahkan ada dugaan korban, keluarga, dan saksi korban menerima tekanan dari pihak tertentu.
Sementara pelaku berinisial IM, merupakan ASN guru olahraga yang akan pensiun pada September. IM baru mengajar 5 bulan di SDN Kauman 3 Malang. Dibandingkan jumlah korban, tentunya aksi tersebut rentan dilakukan dalam waktu singkat. Atau tak menutup kemungkinan terjadi juga sebelum bertugas di SDN Kauman 3. Saat ini, infonya pelaku dibebastugaskan dan dalam pengawasan UPT Dinas Pendidikan sejak 29 Januari lalu.
“Kami dapatkan informasi bahwa IM melakukan aksinya di 3 tempat, yaitu pertama saat aktivitas olahraga, kedua di ruang ganti, dan ketiga di UKS, dengan meraba-raba dan memeluk dari belakang bagian sensitif genital. Ini memerlukan satu tindakan visum apakah dia menggunakan jari dan sebagainya. Pun ketika diminta keterangan di Dindik, pelaku sempat meminta maaf yang mengindikasikan pelaku mengakui perbuatannya. Dugaan sementara korban sekitar 20 siswi,” tegas Aris Merdeka Sirait, kepada awak media, ditemui di SDN Kauman 3.
Pihak kepolisian, lanjutnya, juga meminta Komnas PA mengumpulkan data kemungkinan korban bertambah. Karena ada beberapa korban belum melapor dan belum divisum. Bahkan kemungkinan saksi turut menjadi korban. “Ada dugaan kejadian ini terjadi berulang-ulang dari sekolah ke sekolah. Ini sangat disayangkan. IM pantas disebut predator anak. Kepolisian meminta Komnas PA menemukan bukti-bukti lainnya. Kita harus hentikan ini,” lanjut pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, 17 Agustus 1960.
Arist meminta semua pihak yang terlibat untuk tidak menutup-nutupi, karena bisa dikenakan pasal 78 dari UU Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2015, dimana setiap orang yang mengetahui dan membiarkan kekerasan seksual, ancaman kekerasan, bujukrayu, tindakan kekejaman pada anak, bisa dianggap turut serta melakukan kejahatan. Sehingga bisa dikenakan pidana penjara 5 tahun, dan denda Rp 100 juta. Tak terkecuali Kasek dan pihak Dinas Pendidikan,” jelasnya.
Komnas PA mendorong agar pihak kepolisian segera melakukan pemeriksaan intensif terhadap semua pihak, agar bukti minimal segera ditemukan. “Dari pemeriksaan polisi, Kasek, saksi korban, dan pihak lainnya mengakui telah terjadi peristiwa itu. Sebab dengan menemukan bukti-bukti petunjuk baru maupun menemukan dua alat bukti, sudah cukup untuk menahan si pelaku. Kami akan bekerjasama untuk mengawal kasus ini. Pihak LPA Batu dan Kota Malang pun siap mengawal dan pendampingan psikologi bagi korban dan keluarganya,” tandas Arist. (rhd/yan)