Sidoarjo

DLHK Sidoarjo Akui Tak Mudah Bentuk Perdes Sampah di Setiap Desa

Diterbitkan

-

Kepala DLHK Sidoarjo, M Bahrul Amig

Memontum Sidoarjo— Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pemkab Sidoarjo mengakui tidak mudah membentuk Peraturan Desa (Perdes) tentang Pengelolaan Sampah di masing-masing desa. Hal ini disebabkan setiap desa memiliki karakteristik yang berbeda-beda serta manajerial yang berbeda-beda.

Jawaban ini diberikan DLHK Pemkab Sidoarjo atas desakan sejumlah anggota DPRD Sidoarjo yang mendesak dibuat Perdes tentang Iuran Sampah untuk mengelolah sampah di setiap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Saat ini, DLHK Pemkab Sidoarjo mencatat sudah ada beberapa desa yang memiliki Perdes itu.

‘Model pengelolaan sampah melalui TPST menjadi rujukan bagi daerah lain. Karena itu, kami terus mendorong agar desa memiliki Perdes tentang sampah. Berdasarkan datanya ada beberapa desa yang sudah memiliki Perdes itu. Diantaranya Desa Janti dan Desa Tambaksumur, Kecamatan Waru,’ terang Kepala DLHK Pemkab Sidoarjo, M Bahrul Amig kepada Memo X, Senin (15/01/2018).

Lebih jauh, lanjut Doktor Alumnus Universitas Brawijaya Malang ini, Perdes itu tidak hanya berkutat mengatur soal iuran untuk pengelolaan sampah. Akan tetapi, juga mengatur bagaimana upaya mengurangi volume sampah rumah tangga, penegakan hukum soal larangan membuang sampah sembarangan hingga dibentuknya bank sampah.

Advertisement

‘Perdes itu tidak melulu mengatur soal iuran. Tapi berisi pengelolaan secara menyeluruh,’ imbuhnya.

Menurut Amig, pengelolaan sampah rumah tangga diharapkan adanya partisipasi masyarakat. Baginya, munculnya iuran sampah sebesar Rp 5.000, dinilai sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Oleh karenanya, adanya CV yang dibentuk untuk mengurusi sampah yang ditangani TPST ini agar bisa mencakup beberapa desa.

‘Kalau ada pekerjaan yang Wan Prestasi, bisa ditegur. Kalau mengandalkan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) cakupannya terlalu kecil. Harus punya dan dikelolah CV. Dimana pun pengelolaan sampah jarang dan hampir tidak ada hasilnya. Karena telat sehari nilai ekonomisnya berubah,’

Sementara itu, kata Amig persoalan adanya beberapa warga Perum Kahuripan Nirwana Village (KNV) Sidoarjo yang menyoal iuran sampah Rp 5.000 per Kepala Keluarga (KK) per bulan, menjadi sebuah masukan tersendiri. Baginya hal itu muncul karena adanya ketersinggunan beberapa pengurus RT terhadap salah satu pihak pengelola TPST itu.

Advertisement

‘Tapi tak masalah. Itu bakal jadi bahan evaluasi kami. Karena Perda Sampah juga sifatnya masih umum,’ pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Sidoarjo, Hadi Subiyanto meminta agar iuran sampah diatur dalam Perdes. Desakan ini merespon sejumlah warga RT 02 dan RW 04/RW 08 Perum KNV Sidoarjo yang memprotes pungutan sampah Rp 5.000 per bulan per KK. Warga menuding iuran sampah itu illegal karena tidak diatur dalam Perda dan Perbup. (wan/yan)

Advertisement
Lewat ke baris perkakas