Kota Malang
KTP-elektronik: Dilema Konstitusi Antara KPU dan Panwaslu
SEJAK memasuki tahapan mutarlih (pemutakhiran data pemilih), jajaran KPU (PPDP, PPS, PPK) dihadapkan pada dilema konstitusi. Mereka menyadari bahwa tugas coklit (pencocokan dan penelitian) data pemilih yang dilakukan PPDP akan mengalami kemustahilan seorang pemilih menggunakan hak pilihnya. Meskipun faktanya, pemilih itu telah memenuhi syarat dan terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Bagaimana bisa? Ini diatur dalam regulasi UU Pilkada No. 10/2016, pasal 55 – 62 dan PKPU No.2/2017 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pilkada, soal hak memilih. Bahwa selain pemilih harus lengkap elemen data NKK (Nomor Kartu Keluarga) dan NIK (Nomor Induk Kependudukan), juga harus memiliki KTP-elektronik. Bahkan, selain menunjukkan formulir pemberitahuan pemungutan suara, pemilih juga harus menunjukkan KTP-elektronik atau surat keterangan kepada KPPS. Ini diatur dalam PKPU No. 8/2018.
Syarat konstitusi ini pun menjadi sebuah dilema konstitusi. Sementara pada sisi lain, KPU dan jajarannya mempunyai tugas mendongkrak partisipasi pemilih. Tolok ukurnya memang jumlah pemilih yang datang ke TPS. Dengan asumsi pemilih yang terdaftar dalam DPT, sudah memiliki KTP-elektronik. Tapi persoalannya, belum semua WNI melakukan perekaman KTP-elektronik. Termasuk pemilih pemula, yang usianya baru genap 17 tahun pada tanggal 27 Juni 2018. Padahal salah satu tugas PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) adalah mendata pemilih pemula yang akan dimasukkan ke dalam DPT.
Okelah, ketika KPU memastikan jika Dispendukcapil masing-masing kabupaten/kota akan membuatkan suket (surat keterangan) dan membuka layanan perekaman KTP-elektronik di setiap kelurahan bagi pemilih pemula. Tapi apa jaminannya pemilih pemula tersebut akan melakukan perekaman KTP-elektronik? Mengingat memilih adalah hak. Maka sah-sah saja seorang pemilih tidak menggunakan hak pilihnya.
(baca juga : KTP-elektronik, Syarat Konstitusi yang Menghilangkan Hak Pilih )
Meskipun KPU membuat kebijakan melalui surat edaran dengan menambahkan tugas PPDP dan PPS agar menganjurkan WNI yang belum ber-KTP-elektronik supaya segera melakukan perekaman, itu pun sifatnya hanya anjuran. Sampai di sini, bisa dikatakan tugas KPU dan jajarannya sudah maksimal melayani hak pilih. Selanjutnya, diserahkan ke masing-masing WNI, apakah mereka sudah dewasa dalam berpolitik untuk menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP-elektronik ke KPPS.