Politik
Pilkada Ditengah Pandemi, Money Politic Ditunggu Sebagian Warga
Memontum Malang – Pilkada serentak 9 Desember 2020, terasa beda karena dilaksanakan saat pandemi covid-19. Ini tidak menyebabkan tensi politik turun. Bahkan saat ini sudah mulai meningkat. Pusat Kajian Pemilu dan Demokrasi FISIP UB mengadakan Survey pemetaan politik dan perilaku memilih masyarakat Malang dalam pemilukada 2020 yang melibatkan 800 responden.
Akademisi Universitas Brawijaya sekaligus Pengamat Politik Tri Hendra Wahyudi mengatakan dirinya merasa miris karena mayoritas warga Malang akan menerima politik uang saat pilkada berdasarkan hasil survey yang dilakukan. Survey yang dilakukannya, menunjukkan 43,3 % warga akan menerima uang (money politic).
“Saya merasa miris. Karena dari hasil survey kami, mayoritas yaitu 43,3 % warga menyatakan akan menerima uang (money politics), tapi tidak mempengaruhi pilhan politik. Selanjutnya masyarakat yang bisa dipengaruhi politik uang 20,9% dan yang menolak tegas politik uang sebesar 34,6%,” tutur Tri Hendra Wahyudi, kemarin.
Tri Hendra mengungkapkan, setidaknya ada tiga point solusi meminimalisir praktik politik uang. Yakni pertama, perlunya dilakukan sinergisitas penegakan hukum pidana pemilu, oleh Bawaslu dan polisi. Baik bagi pelaku berupa penjara, maupun calon yang terbukti melakukan politik uang berupa diskualifikasi dari kepesertaan pemilu. Kedua, maksimalisasi calon agar mampu dan berhasil dalam membangun kedekatan emosional dengan konstituen.
“Solusi ketiga adalah untuk jangka panjang, perlu dijalankan sosialiasi yang terus menerus oleh penyelenggara pemilu dan akademisi ke masyarakat, tentang dampak buruk money politics bagi demokrasi yang bisa memicu meryeruaknya korupsi,” pungkas Tri Hendra. (yan)