Surabaya

Pimpinan dan Anggota DPRD, Temukan Angka Putus Sekolah dan Penahanan Ijazah

Diterbitkan

-

Memontum Surabaya—-Masalah bidang pendidikan di Surabaya masih ada. Dalam sejumlah kesempatan turun ke lapangan, pimpinan serta anggota DPRD Surabaya masih menemukan angka kasus putus sekolah serta penahanan ijazah.

Ketua DPRD Surabaya Armuji mengatakan, banyak wali murid yang mengeluhkan biaya SMA/SMK. Ini semenjak pelimpahan kewenangan pengelolaan dari kota ke Provinsi Jawa Timur. ”Akeh banget laporan soal SMA/SMK. Ya gara-gara dua tahun ini SMA/SMK enggak gratis lagi,” kata politikus PDIP itu, Senin (10/12).

Sekadar diketahui, kewenanagan SMA/SMK sudah beralih ke provinsi per 1 Januari 2017. Sejak saat itulah, kebijakan sekolah gratis untuk jenjang SMA/SMK yang diterapkan Pemkot Surabaya terhenti. Pemkot sempat meminta agar kewenangan tersebut kembali. Gugatan ke Makhamah Konstitusi (MK) telah ditempuh.

Namun, hasilnya nihil. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan SMA/SMK tersebut tetap harus dijalankan. Pemkot juga tidak bisa menganggarkan bantuan untuk siswa tidak mampu. Lagi-lagi terbentur masalah kewenangan. Karena itulah, keluhan tentang biaya sekolah sering diterima anggota dewan.

Advertisement

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya, Baktiono menegaskan juga menemukan banyak siswa yang ijazahnya ditahan sekolah. Ada yang SMP, ada juga yang SMK. Penyebabnya hampir sama. Mereka tidak kuat membayar SPP.

”Yang SMP sudah saya laporkan ke Dispendik. Akhirnya ijazah dikeluarkan. Untuk yang SMA/SMK ini, saya enggak bisa cawe-cawe. Kewenangan SMA/SMK tidak lagi di Surabaya, tapi di provinsi.” ujar anggota dewan empat periode tersebut.

Setiap kali menerima laporan soal biaya sekolah, Baktiono mencatatnya. Baik nama, alamat, maupun nomor yang bisa dihubungi. Kemarin Baktiono menghubungi wali murid yang mengadu saat turun ke Kecamatan Pabean Cantikan. Anaknya tidak bisa melanjutkan ke SMA/SMK karena ijazahnya ditahan salah satu sekolah negeri.

Setelah ditelusuri ternyata sekolahan tersebut tidak menahan ijazah. Namun murid itu memang tidak mengambil ijazah karena malu tidak bisa melanjutkan ke SMA/SMK. Orang tuanya yang sebagai sopir tidak mampu membiayainya ke jenjang SMA/SMK.

Advertisement

Baktiono lantas menelepon salah seoarang pejabat Dispendik Surabaya. Dia meminta Dispendik menurunkan petugasnya untuk menolong siswa tersebut agar bisa bersekolah lagi. “Kalau dia enggak mengambil ijazah, seharusnya sekolah atau dinas yang bergerak,” jelasnya.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya, Agoeng Prasodjo mengaku menerima keluhan yang sama. Dia menyebut menerima keluhan warga yang tinggal di luar Kecamatan Wonocolo.

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Surabaya, Herlina Harsono Njoto mendapat keluhan serupa. Dia juga sudah berkordinasi dengan Fraksi Demokrat di DPRD Jatim. Sudah ada solusi atas permasalahan tersebut. “Kebetulan, ketua komisi yang membidangi pendidikan di DPR Jatim juga dari Demokrat. Aku tanya-tanya,” ujar ketua Komisi A DPRD Surabaya itu.

Herlina mendapat informasi bahwa Pemprov dan DPRD Jatim sudah menyepakati SPP dan seragam gratis untuk SMA/SMK. Anggaran tersebut bisa dicairkan pada tahun pelajaran baru 2019-2020 yang dimulai Juli. (est/ano/yan)

Advertisement

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas