Kota Malang
Sengketa Rumah, Ayah dan 7 Saudara Kandung Digugat
Memontum Kota Malang — Masih ingat dengan H Ahmad Jakoen Tjokrohadi dan Hj Boediarti warga Jl Dipenegoro No 2, RT 01/RW 05, Kecamatan Klojen, Kota Malang yang digugat oleh anak kandungnya sendiri yakni Ani Hadi Setyowati (60), warga Pondok Asri Raya, Kelurahan Pondok Bambu, kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur pada 2014 lalu?. Kini nampaknya Ani kembali menggugat Ahmad Jakoen, ayahnya yang kini sudag berusia 96 tahun. Tak hanya itu Ani juga menggugat ke 7 saudara kandungnya.
Yakni terkait permasalahan rumah Jl Dipenegoro No 2 seluas 983 meter yang dianggap oleh Ani sudah dibelinya sebesar Rp 700 juta sekitar Tahun 1997-1998. Namun dari pihak Ahmad Jakoen dia tidak pernah menjual rumahnya kepada Ani. Bahkan dia juga sudah membatalkan akte hibah rumah tersebut kepada Ani dan dikabulkan oleh PA Kota Malang. Bahkan putusan MA juga menguatkan pembatalan hibah tersebut. Begitu juga dengan gugatan Amni di PN Malang yang gugatannya pada tahun 2014 tidak dapat diterima dan sudah inkrah memiliki kekuatan hukum tetap. Selain menggugat ayah dan 7 saudara kandungnya, seorang notaris dan Kepala kantor Pertanahan Kota Malang juga ikut menjadi turut tergugat.
Dalam materi guagatan kali ini, Ani menyebut bahwa rumah tersebut sudah dibeli seharga Rp 700 juta. Namun dia bukan mendapatkan akte jual beli melainkan akte hibah sebagaimana akte hibah No 162 /Klj/II/1999 11 November 1999 yang dibuat di notaris Tri Sukmawati Handayani. Dalam gugatannya kali ini, Ani meminta majelis hakim menyatakan bahwa penggugat telah membayar lunas pembelian tanah tersebut dan dinyatakan sebagai pemilik sah.
Menurut keterangan Aswanto SH, kuasa hukum dari Ani, bahwa gugatannya sudah dimulai pada 2 November 2017 dan sudah sidang ke 3 dalam agenda mediasi.
“Kami ingin melurusan masalah ini untuk mencari kebenaran. Mereka kami gugat karena ada dugaan melakukan perbuatan melawan hukum. Tanah yang sudah dibeli sebesar Rp 700 juta harusnya dibuatkan akte jual beli melainkan dibuatkan akta hibah. Sesuatu yang sudah dibeli seharusnya menjadi hak pembelinya. Kalau dibuat akte hibah bisa dicabut. Makanya kami membuat gugatan perbuatan melawan hukum. Klien kami dirugikan dalam hal ini,” ujar Aswanto.
Sementara itu menurut keterangan Setyo Budi Hartono, anak ke 7 H Ahmad Jakoen yang juga menjadi tergugat mengatakan bahwa tidak pernah ada jual beli.
“Ini sebenarnya bukan gugatan yang pertama bagi penggugat. Tahun 2011, orang tua kami membatalkan hibah di PA Kota Malang. Karena sertifikat tanah itu sudah brbalik nama ke kakak saya no 4 ani Hadi Setyowati. Ini merupakan penyelwengan hukum. Sebab menurut hukum agama Islam, bahwa hibah harta satu-satunya tidak boleh melebihi sepertiga. Hibah orang tua terhadap anak bisa dibatalkan jika ada permasalahan. Bembatalan Hibah itu sampai di MA dan gugatan orang tua kami dikabulkan. Begitu juga gugatan kakak saya terhadap orang tua saya di PN Malang yang diputus MA tahun 2016. Sudah ingkrah dan dimenangkan orang tua kami,” ujar Setyo.
Saat ini Ahmad Jokoen sudah berumur tua, bahkan Hj Boediarti juga sudah meninggal dunia pada Juni 2017.
“ Akhir 2017, kami digugat. Ujung-ujungnya sama penggugat ingin mengusai rumah orang tua kami. Kalau dia mengatakan beli rumah itu, dalam persidangan sebelum-sebelumnya tidak pernah ditunjukan. Hibah kok dipersoalkan jual beli. Ayah saya dan juga almarhum ibu saya tidak pernah mengatakan ada jual beli. Bahkan ibu saya dulu mengatakan bahwa warisan untuk seluruh anaknya. Masalah hibah itu juga kami sanksikan, karena saat itu ayah saya sudah 80 tahun dan pernah sakit stroke pada tahun 1990. selain itu ke notaris juga tanpa sepengetahuan anak yang lain,” ujat Setyo. (gie/yan)