Hukum & Kriminal
Terkait Penetapan Diskualifikasi Gugatan, Kuasa Hukum PT BPM Segera Lakukan Perlawanan
Memontum Kota Malang – Tim kuasa hukum PT Bumi Mas Perdana Cab Yogyakarta dan PT Paton Buana Semesta, merasa kecewa terkait penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Yakni terkait diskualifikasi gugatan.
Yakni gugatan terhadap putusan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait pemutusan kontrak pengerjaan proyek pembangunan Gedung Rehab Medik dan Menejemen di area RS Saiful Anwar Kota Malang.
Pemutusan kontrak tersebut dinilai sepihak saat PT Bumi Mas Perdana Cab Yogyakarta dan PT Paton Buana Semesta sudah melakukan pengerjaan proyek telah mencapai 70 persen.
Rudy Murdany SH, tim kuasa hukum PT Bumi Mas Perdana dan PT Paton Buana Semesta, saat bertemu Memontum.com di PN Malang pada Selasa (30/3/2021) siang, mengatakan bahwa pihaknya merasa kecewa dengan penetapan PTUN Surabaya tersebut.
“Gugatan atas pemutusan kontrak tersebut sudah saya daftarkan ke PTUN. Harusnya ada pra sidang dimana penggugat tergugat bertemu untuk membetulkan gugatan. Namun kita tidak pernah melalui itu, malah di panggil ke ruang ketua. Namun saat itu ketua sedang tidak ada hingga diagendakan dua minggu lagi. Sebelum pemanggilan kedua tersebut, tiba-tiba di e-Court ada tulisan bahwa gugatan diskualifikasi,” ujar Rudy.
Pada Senin (29/3/2021) siang, saat di ruang sidang langsung dibacakan penetapan bahwa gugatan ini bukan ranah PTUN.
“Senin langsung ke ruang sidang dibacakan penetapan bahwa objek gugatan bukan objek PTUN. Melainkan objek perdata berdasarkan kata kontrak. Terkait penetapan ini kami akan melakukan perlawanan. Selain itu kami juga akan melapor ke Komisi Yudisial (KY). Gugatan kami sudah jelas. Bahwa PTUN adalah jembatan permasalahan masyarakat dengan pemerintah,” ujar Rudy didampingi oleh Mega Fandita Sari, SH, MH.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua PT pelaksana pengerjaan proyek pembangunan Gedung Rehab Medik dan Menejemen di area RS Saiful Anwar Kota Malang, merasa kecewa. Yakni PT Bumi Mas Perdana Cab Yogyakarta dan PT Paton Buana Semesta. Kedua PT ini telah diputus kontrak kerja meskipun pembangunan gedung telah mencapai 70 persen.
Pemutusan kontrak pembangunan salah satu gedung di rumah sakit milik pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur ini nampaknya bakal berbuntut panjang. Melalui kuasa hukumnya, Rudy Murdany SH mengatakan bahwa pihaknya bakal menumpuh jalur hukum.
“Bahwa ada tender pembangunan Gedung dengan nilai Rp 16,9 mikiar. Klien kami kemudian ditetapkan sebagai pemenang tender. Pembangunan pun dimulai dengan jadwal 107 hari kalender. Klien kami telah melakukan pembangunan mencapai 70 persen. Pembangunan dilakukan sesuai aturan. Namun pada 22 Desember 2020, diputus kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),” ujar Rudy, Selasa (9/2/2020) sore saat bertemu Memontum.com di PN Malang.
Dijelaskan oleh Gayuh Satriyo Bhimantoro SH, salah satu tim kuasa hukum PT Bima Mas Perdana, bahwa pemutusan kerja itu berdasarkan pengaduan salah satu peserta tender yang tidak menang.
“Pemutusan kontrak berdasarkan surat aduan yang dilakukan oleh PT Linggar Jati. Bahwa PT tersebut adalah salah satu peserta tender dan tidak dinyatakan sebagai pemenang. Harusnya PT tersebut mengajukan sanggahan pada batas waktu yang sudah ditentukan sesuai peraturan. Namun nyatanya mengajukan aduan pada waktu klien kami sudah melakukan pengerjaan. Bahkan saat diputus kontrak pengerjaan sudah mencapai 70 persen,” Gayuh Satriyo
Dijelaskan pulan bahwa akibat pengaduan itu t akhirnya menimbulkan pemutusan kontrak kerja . “Pengaduan itu ditindaklanjuti oleh Surat Perintah Gubernur Jatim, surat pemeriksaan dari inspektorat hingga direspon oleh PPK dengan cara memutus hubungan kerja dengan klien kami secara sepihak,” ungkapnya.
“Sangat kami sesalkan bahwa dalam surat itu menyatakan bahwa klien kami telah melakukan kecurangan dan atau pemalsuan dalam proses pengadaan. Namun nyatanya tidak ada pemeriksaan secara langsung kepada klien kami,” ujar Gayuh Satriyo.
Rudy menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini pihaknya akan segra menyusun gugatan. “Atas kejadian ini, kami sedang menyusun gugatan. Bisa nanti Tata Usaha Negara (TUN), bisa juga dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena pemutusan kontrak sepihak,” jelasnya.
“Kami juga akan melapor ke lembaga-lembaga terkait permasalahan ini. Akibat pemutusan kontrak ini juga mrnimbulkan kerugian negara. Kerugian negara tidak selalu tentang kehilangan uang. Namun kerugian negera bisa terjadi karena masyarakat tentunda atau tidak bisa langsung menggunakan fasilitas tersebut,” ujar Rudy. (gie)