Blitar
Tumpeng Ketupat Coklat, Warnai Tradisi Kupatan di Blitar
Memontum Blitar – Kupatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang selalu digelar setelah perayaan hari raya Idul Fitri secara turun temurun. Yaitu dengan membuat ketupat dan dimakan bersama anggota keluarga, tetangga dan para kerabat. Namun ada yang unik dari perayaan kupatan di Kabupaten Blitar.
Tepatnya di wisata edukasi Kampung Coklat Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, berbeda dengan ketupat biasa. Di Kampung Coklat, ketupat dimasak dengan menggunakan campuran coklat bubuk. Ketupat coklat itu kemudian disusun menjadi tumpeng dan diarak sejauh 20 kilometer, dengan iringan lantunan sholawat, Minggu (24/6/2018).
Setelah di kirab, kemudian tumpeng ketupat coklat tersebut didoakan dan dimakan bersama-sama oleh ratusan pengunjung yang telah memadati lokasi sejak pagi. Bahkan ratusan pengunjung terlihat berdesakan untuk mendapatkan ketupat coklat tersebut.
“Kirab tumpeng ketupat coklat bertujuan untuk melestarikan budaya Indonesia sekaligus budaya umat Muslim. Inilah yang disebut dengan Islam Nusantara, Islam yang menyatu dengan budaya bangsa. Dan karena tempatnya di Kampung Coklat maka ketupatnya kita buat berbeda dengan menambahkan coklat bubuk”, ungkap Kholid Mustofa pengelola sekaligus pemilik wisata edukasi Kampung Coklat.
Panitia menyediakam sebanyak 2.000 porsi ketupat coklat untuk dimakan bersama-sama secara gratis. Ribuan pengunjung wisata edukasi Kampung Coklat nampak berdesakan dan berebut untuk menikmati ketupat coklat yang disajikan bersama sayur lodeh dan opor ayam tersebut.
“Semua pengunjung dapat makan secara gratis ketupat coklat yang kami sediakan. Ada sekitar 2.000 porsi”, tandas Kholid.
Kholid menambahkan, di wisata edukasi Kampung Coklat, tradisi tumpeng ketupat coklat ini sudah digelar untuk kelima kalinya. Menurut dia, yang membedakan tradisi kupatan di Kampung Coklat tahun ini, panitia juga menyediakan 10 kilogram coklat curah berbagai varian yang disebar-sebarkan kepada masyarakat.
“Selain ketupat coklat, kami juga membagikan sebanyak 10 kilo coklat curah berbagai varian kepada masyarakat yang menyaksikan kirap tumpeng, serta para pemgunjung Kampung Coklat”, tandasnya.
Untuk membuat 2.000 ketupat tersebut dibutuhkan 100 kilogram beras dan 20 kilogram bubuk coklat, dan dibutuhkan waktu semalam untuk memasak. Selain puluhan panitia proses memasaknya juga dibantu oleh enam Kepala Keluarga (KK) di sekitar Kampung Coklat.
“Proses memasaknya selain dilakukan panitia juga dibantu warga sekitar”, jelas pemilik wisata edukasi Kampung Coklat.
Sementara Anik, salah satu pengunjung mengaku senang bisa menyaksikan langsung kirab tumpeng ketupat coklat. Serta mencicipi rasa unik dari ketupat coklat. Ia berharap kedepan kirab tumpeng ketupat coklat tersebut tetap dipertahankan untuk melestarikan tradisi kupatan.
“Nasi dicampur coklat kayaknya gak nyambung. Namun ternyata rasanya enak lebih gurih dari ketupat biasanya”, tutur Anik. (jar/yan)