Kota Malang
Kakak Lawan Adik Ipar, Pihak Apeng Minta Penyidik Polda Disanksi
Memontum Kota Malang — Pengaduan pihak terdakwa Timotius Tonny Hendrawan alias Tonny Hendrawan Tanjung alias Ivan alias Apeng, (58), warga Puri Palma V, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, ke Propam Mabes Polri, akhirnya mendapat respon dari pihak kepolisian.
Hal itu seperti yang dikatakan oleh Sumardhan SH, kuasa hukum Apeng, usai persidangan di PN Malang pada Senin (12/2/2018) siang. Dijelaskan bahwa sebelumnya, Apeng melalui Sumardhan, kuasa hukumnya telah melapor ke Propam Mabes Polri tentang dugaan BAP palsu yang dilakukan oleh penyidik Polda Jatim untuk menjerat Apeng.
“Pada Kamis (8/2/2018) siang, saya sudah diperiksa oleh Propam Polda Jatim. Terkait pengaduan Apeng melalui kuasa hukumnya di Propam Mabes Polri. Saya diperiksa selama 1,5 jam ditanya tentang pengaduan kami tentang dugaan pembuatan BAP palsu yang tidak sesuai dengan faktanya. Pihak propam Polda yang meriksa atas limpahan Propam Mabes Polri. Mereka bertanya dimana letak yang disebut dengan BAP palsu, menelisik tentang berita acara yang dibuat palsu terhadap Regent, pihak Bank Permata dan Agus Muryanto, yang dikatakan sebagai ponakan Notaris Sunarto.Kami menunjukan fakta, salah satu contohnya berita acara Regent yang tidak sesuai fakta, seperti yang sudah diketahui dalam persidangan sebelumnya. Kami meminta supaya penyidik diberikan sanksi secara tegas,” ujar Sumardhan.
Sedangkan dalam agenda persidangan pada Senin siang kemarin, pihak Apeng menyerahkan bukti-bukti surat berkaitan dengan keperdataan kepada majelis hakim.
“Bukti surat bahwa permasalahan ini bukanlah pidana melainkan perdata karena hutang piutang. Diataranya surat bukti utang Apeng di Bank Permata, bukti sertifikat milik Apeng, , bukti akte yang dibuat di kantor Notaris Wahyudi. Bukti surat berapa utangnya Apeng di Bank Permata, bukti surat yang dikirim oleh Apeng bahwa tidak ada jual beli. Kemudian bukti notaris memanggil Apeng dan Chandra untuk menentikan harga status tanah, namun saat itu Chandra tidak datang, juga ada bukti bahwa sertifikat itu atas nama Apeng,” ujar Sumardhan.
Selain itu Sumardhan juga menyerahkan bahkti Bahwa Apeng sudah pernah ditahan di Polda Jatim selama 23 hari pada Tahun 2009 terkait masalah ini.
“Bukti Pak Apeng pernah ditahan, dimana fakta itu bertentangan dengan surat dakwaan yang menjelaskan bahwa Apeng tidak pernah ditahan. Bukti akte yang dibuat saat Apeng masih berada di tahanan Polda Jatim. Kita juga membawa bukti yang dilaporkan oleh Chandra adalah Apeng dan Sunarto terkait Pasal 372 -378 KUHP. Ada bukti panggilan 2 orang sebagai tersangka yakni Hendru, kuasa hukum dan Notaris Sunarto. Ada bukti akte penyerahan sertifikat atau pengembalian sertifikat dari Chandra ke Apeng. Dalam dakwaan seolah-oleh sertifikat belum dikembalikan padahal sudah dikembalikan. Chandra tidak jadi beli hingga sertifikat 102 diserahkan melalui akte notaris Nur Afil. Bukti rekening koran dugaan suap yang dilakukan doi Polda Fee polda 500 juta,” ujar Sumardhan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Chandra mengatakan bahwa Apeng adalah adik ipar dari Chandra Hermanto, kliennya. “Waktu itu 4 sertifikat tersebut dijaminkan oleh Apeng di Bank Permata Solo. Karena tidak bisa membayar, 4 sertifikat itu hendak dilelang. Apeng kemudian menjual 4 tanahnya tersebut dan sudah dilunasi oleh Chandra. Jadi hubungan hukum Chandra dengan Apeng terkait 4 sertifikat itu bukanlah hutang piutang dengan jaminan, melainkan hubungan jual beli tanah, semua bukti akte ada. Sudah dibayar lunas oleh Chandra. Sebesar Rp 4, 250 miliar Tahun 2009 ,” ujar Alhaidary. Saat ini masih ada 1 sertifikat yakni no 102 yang masih berada di tangan Apeng. (gie/yan)