Kota Malang
Silpa Masih Jadi Sorotan, Wali Kota Sutiaji Beri Penjelasan DPRD Kota Malang
Memontum Kota Malang – DPRD Kota Malang menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian jawaban wali kota atas pandangan umum fraksi terhadap Ranperda Kota Malang tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022, Jumat (07/07/2023) tadi.
Dalam agenda tersebut, Wali Kota Malang, Sutiaji, memberikan 63 jawaban terhadap pandangan dari enam fraksi DPRD Kota Malang. Menurutnya, jawaban yang telah disampaikan masih bersifat normatif, dan membutuhkan pendalaman secara fungsional.
“Sehingga ini nanti menjadi starting poin kita di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD kita. Karena nota keuangan sudah, dan kami minta ke pak Ketua DPRD untuk ada percepatan ini,” ujar Wali Kota Sutiaji.
Mengenai masalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) APBD 2022 yang masih diangka Rp 460 miliar, menurutnya itu disebabkan oleh pendapatan transfer pusat dan provinsi yang kurang, efisiensi belanja, sisa dari Belanja Tidak Terduga (BTT) serta kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan sesuai waktu dan peraturan perundang-undangan. “Jadi, menganggarkan itu di anggaran masih rancangan dan diambil 90 persen dari asumsi belanja kemarin. Jadi, asumsi belanja sebelumnya memiliki perimbangan 1,5, yang berarti 10 persen harus dihindari agar tidak terjadi risiko gagal bayar, karena belanja melebihi pendapatan. Maka sisanya mesti masuk pergeseran,” jelasnya.
Baca juga :
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, mengatakan bahwa Silpa tersebut masih sangat tinggi. Hal itu menjadi bahan evaluasi, apalagi kalau sudah diatas angka Rp 300 miliar, termasuk sudah tidak sehat. Perencanaannya pun dikatakan tidak bagus.
“Kami memang tidak bisa melihat secara teknis, tapi kami disini berusaha dari awal mencanangkan Silpa itu dibawah Rp 200 miliar, sekitar Rp 150 miliar saja. Karena itu bagian dari efisiensi, tapi kan tidak bisa. Kenyataannya sekarang masih tinggi,” ucap Made.
Sehingga, Made menyimpulkan bahwa perencanaan APBD 2022 dinilai kurang bagus. Meskipun ada tenggat waktu dan material yang diberikan, namun penggunaan APBD sangatlah ketat.
“Jika tidak sesuai, OPD khawatir akan masalah dengan Aparatur Penegak Hukum (APH), karena ketidaksesuaian dan kekurangan pengadaan material, sehingga banyak pelaksanaan yang dibatalkan,” imbuh Made. (rsy/sit)