Hukum & Kriminal

PTSL Bayar Jutaan Rupiah di Tempursari Lumajang

Diterbitkan

-

Anton Susanto
Anton Susanto

Memontum Lumajang – Program Nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya ditujukan untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah, justru menjadi lahan pungutan liar (pungli) bagi segelintir oknum Kepala Desa. Seperti yang terjadi di Desa Bulurejo Kecamatan Tenpursari Kabupaten Lumajang Jawa Timur.

Dugaan Pungli tersebut disampaikan, Anton Susanto Warga Desa Bulurejo Rt 11 Rw 05 pada wartawan memontum.com Selasa (4/2/2020). Awalnya Kepala Desa Datang ke rumahnya menawarkan adanya program sertifikasi tanah. Kades memberi tahu jika program PTSL itu lima hari lagi waktunya habis. Akhirnya Anton mengurus sertifikat itu pada Kades dengan biaya Rp.18.000.000 (Delapan belas juta rupiah) untuk 7 petak lahan miliknya dan keluarga.

“Katanya, tidak ngurus sertifikat pak? Kalau masih ada sampean urus. Karena program ini lima hari lagi habis. Kalau reguler nanti biayanya mahal. Saya tanya berapa biayanya. Pak kades menjawab sebentar saya hitung. Untuk yang enam petak dikenakan biaya Rp.14.500.000 (Empat belas juta lima ratus ribu rupiah). Sementara untuk yang satu petak seluas seperempat hektar dikenakan biaya Rp.3500.000 (Tiga juta limaratus ribu rupiah). Ngak boleh kurang pak inggi, ngak boleh itu memang harga sesuai aturan bpn jawab kepala desa, jadi semua total Rp.18.000.000 (Delapan belas juta rupiah),” tuturnya.

Dijelaskannya, setelah itu sore harinya Ia mengantar uang tersebut pada kades. Namun setelah mintak kwitansi jawab kades, tidak usah pakai kwitansi.

Advertisement

“Ya sudah saya serahkan uang itu. Setelah membayar uang tersebut kurang lebih ada dua bulan ada informasi warga yang ngurus setifikat disuruh mengambil di balai desa karena sertifikat sudah jadi. Setelah itu saya ke kantor desa ternyata yang jadi masih punyaan mertua saya itu empat dan milik kakak saya. Yang dua belum jadi,” jelasnya.

Masih kata dia, Ada suatu kejanggalan lagi, yaitu sertifikat milik kakaknya ternyata atas nama orang lain padahal namanya Gimbang namun yang terbit sertifikat atas nama Paimin.

“Padahal sudah saya jelaskan kalau namanya Gimbang, ternyata sertifikat yang muncul sertifikat atas nama Paimin yang merupakan pemilik lama. Jadi saya otomatis kan sia-sia uang saya, waktu saya komplain jawab pak kades ndak apa-apa pak, itu nanti dikasih surat keterangan sudah jadi hak milik, saya jawab ya ngak bisa pak kades, nanti kalau saya pakai pinjam bank kan tidak bisa, sertifikatnya kan seperti pinjam ke orang, karena bukan atas nama sendiri. Padahal data pemilik sudah saya kasih semua kok setelah jadi masih atas nama pemilik lama,” Imbuh Anton Susanto.

Hal yang sama juga dikatakan Suwariyanto, warga Rt 7 Rw 3 Desa Bulurejo. Ia harus membayar biaya sebesar Rp.11.250.000 (Sebelas juta duaratus limapuluh ribu rupiah) dan saat meminta kwitansi juga tidak diberi.

Advertisement

“Saya bayar sebelas juta duaratus limapuluh ribu, untuk 7 petak milik keluarga. Awalnya informasinya cuma empat ratus ribu, ngak taunya kok sebesar itu, untuk apa saja ya.. Setelah saya bayarkan uang itu melalui Dian (Perangkat Desa) lalu saya mintak kwitansi, tapi tidak dikasih, jawabnya, alah tidak usah, masak tidak percaya, gitu. Sertifikat itu sekarang sudah jadi,” ungkapnya.

Pihaknya menyesalkan akan biaya yang mahal dalam pengurusan sertifikat itu. Ia berharap pihak penegak hukum menindak tegas terkait persoalan ini.

“Ketika saya tanya alasannya untuk biaya pengukuran dan lain-lain, saya berharap pada pemerintah khususnya para penegak hukum untuk menindak tegas terkait hal ini,” pungkasnya.

Sementara itu Kades Bulurejo Rohman Adi, ketika dihubungi via telepon hendak dikonfirmasi terkait hal tersebut masih belum tersambung. (adi/yan)

Advertisement

 

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas