Pendidikan

Perlunya Linguistik Pragmatik, Pertahankan Pakem Tata Bahasa

Diterbitkan

-

Perlunya Linguistik Pragmatik, Pertahankan Pakem Tata Bahasa

Memontum Kota Malang – Di era revolusi industri saat ini, penggunaan tata bahasa saat ini semakin tidak karuan dalam sosiokultural masyarakat Indonesia, baik dalam kehidupan sehari-hari, di media sosial, media mainstream, dan lainnya. Terutama di kalangan generasi muda, terjadi destruktif pragmatis bahasa. Seperti penggunaan kata tau, liat, aq (aku), u (kamu), menjalani atau menjalankan, menugasi (orang) atau menugaskan (pekerjaan), pengartian atau pengertian, legalisir atau legalisasi, apotik atau apotek, sekedar atau sekadar, dan lainnya.

Meski pengucapan (linguistik) hampir sama, namun secara arti dan makna bisa berbeda. Terutama jika dilihat dari analisis linguistik struktural dan pragmatik. “Misal saya menugasi anda untuk menyelidiki, atau saya menugaskan penyelidikan kepada anda. Butuh kecerdasan untuk menangkap arti dan maknanya. Kadang terjadi salah persepsi atas bahasa yang digunakan. Mengatakan tidak tapi iya, dan sebaliknya iya tapi tidak. Atau memang iya atau tidak. Tujuannya untuk mempengaruhi orang lain. Itu ilmu pragmatik,” jelas Prof. Dr. Rustono, M.Hum, guru besar Universitas Negeri Semarang (Unnes), saat menjadi pemateri tamu Dialog Pakar bertemakan “Pragmatis dalam Dinamika Sosiokultural di Era Revolusi Industri”, di Aula Ruang Sidang Senat BAU UMM, Selasa (17/7/2018).

Dengan kata lain terjadi modus deklaratif, dimana terjadi fungsi pragmatis mengajak atau memerintah. Ilmu pragmatik telah menjadi bagian amat penting dalam studi linguistik. Sebagai disiplin ilmu makna, kedudukannya disetarakan dengan semantik, sintaksis, dan morfologi. Ilmu pragmatik menjadi penting dan khas karena kemampuannya untuk mempersoalkan makna tuturan pada konteks spesifik.

Sebagai begawan linguistik Indonesia, Prof Rus, sapaan akrabnya, sering diminta untuk memecahkan beberapa kasus oleh pihak kepolisian, terkait linguistik pada kasus korupsi, kriminal, pencemaran nama baik, dan lainnya. “Apakah dia memang berkata A, atau berkata B. Jika berkata A maksudnya A itu ekspiklatur, atau berkata A maksudnya B itu implikatur. Untuk mengungkap dia bohong, memanipulasi, mencuri atau lainnya, itu akan bisa terungkap. Karena itu penelitian di bahasa di bidang hukum, pemerintah, perusahaan, dan lainnya itu perlu,” ungkap pria kelahiran Brebes, 27 Januari 1958, yang dipengaruhi pemikir pragmatik generasi pertama dan kedua, seperti John L Austin, John R Searle, Geofrey Leech, dan Paul Grice.

Advertisement

Laman: 1 2

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas