Surabaya
Barongsai, Budaya Leluhur Tionghoa yang Tak Lekang Oleh Zaman
Memontum Surabaya – Tiga ekor barongsai dengan diiringi tabuhan khas kesenian pecinan melenggak-lenggok menyusuri gang-gang sempit, di kawasan Kampung Tambak Bayan, Surabaya. Dengan atraktif ketiga barongsai itu mengunjungi kediaman rumah warga sekitar untuk sekedar memintai angpau. Tampak warga cukup antusias, ada rona bahagia ketika ikon khas China ini menghampiri rumahnya.
Anak-anak yang berseliweran kesana kemari menambah kesan harmonis di tahun barunya warga keturunan etnis Tionghoa tersebut. Sesekali bocah-bocah itupun mengasihkan seuntai amplop merah untuk mereka berikan kepada sang barongsai.
Usai berkeliling di gang-gang kampung, tiga barongsai itu juga mengunjungi Yayasan Darma Mulia yang tak jauh dari pemukiman warga. “Tiap tahun ya seperti ini karena ini tradisi kami yang harus tetap dijaga,” ungkap Lim Kem Hao koordinator acara, di sela-sela pertunjukan, Selasa (5/2).
Pria yang lekat dipanggil Cak Gepeng ini mengaku jika tradisi ini bermula pada tahun 2013 silam. Menurut pengamatannya, tiap tahun warga sangat antusias untuk menyaksikan pertunjukkan ini.
Meski Kampung Pecinan Tambak Bayan ini dihuni mayoritas warga keturunan Tionghoa, tak jarang pula beberapa warga etnis lokal seperti Jawa dan Madura membaur menjadi satu untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
“Saya lihat bukan hanya keturunan China saja yang gemar menyaksikan. Tapi banyak juga kok warga pribumi yang hadir menonton ini,” akunya
Sementara itu, usai rumahnya didatangi oleh ketiga barongsai, Wijaya selaku warga sekitar bangga sekaligus senang karena bisa memberikan angpau. Karena menurutnya hal itu adalah sebuah tradisi dari leluhur yang harus tetap dilestarikan.
“Senang kalau ada barongsai bisa ngasih angpau. Karena sedari dulu inilah tradisi kami. Semoga warga Indonesia keturunan Tionghoa tak lupa demgan tradisi mereka semdiri,” tutupnya. (sur/ano/yan)