Kota Malang

Demit, Demen Memitro

Diterbitkan

-

PANJANG : Bergaya juragan tebu. (ist)

Andik Agus Mardiko alias Agus Demit bukan siapa-siapa yang tak lebih dari bapak 1 anak. Tapi, siapa Agus Demit? Demit bukanlah arti demit sebenarnya. Nama seorang manusia.

Agus Demit, banyak dikenal di dunia jalanan, media sosial atau nyaris di tiap peristiwa terjadi di Malang. Sebagai relawan biasa turun ke lokasi, ia lalu dikenal banyak polisi, tentara, para kuli tinta dan tentu relawan lainnya.

KUMPUL : Bersama awak media. (ist)

KUMPUL : Bersama awak media. (ist)

Agus Demit, yang juga manusia memang tidak lepas dari kelemahan dan kelebihan. Kekurangannya membuat ia tidak disukai, atau pemicu iri hati. Kelebihannya membuatnya disayang banyak orang kenalan.

Demit. Tidak semua tahu dan mengerti filosofi panjang di balik nama Demit dan sosok Agus Demit sepenuhnya–kecuali dirinya sendiri dan beberapa orang terdekatnya.

Ya, bagi seorang Agus, Demit hanya singkatan dari Demen Memitro. Suka bermitra, berteman, mencari kenalan, mencari banyak saudara.

Advertisement
KARIB : Duet sahabat. (ist)

KARIB : Duet sahabat. (ist)

Obrolan malam Jumat, diselingi kepulan rokok dan kopi hangat. Agus Demit panjang lebar, menceritakan perjalanan hidupnya. Hujan cukup deras mengiringi cerita Demit yang juga terus bercucuran.

Rasa penasaran saya sebagai jurnalis muncul, kenapa nama ini sering muncul di media sosial. Apa tujuan dia mengunggah informasi. Apa untungnya, apa motivasinya. Politikkah? Pemenuhan kebutuhan dasar manusiakah…

Pertanyaan itu seolah menjadi pertanyaan umum yang tidak mengenal utuh sosok Agus Demit. Bahkan, untuk seorang rekan atau mitra yang sering ngopi bareng sekalipun.

Obrolan ringan cukup berat, itu dimulai kisahnya sejak 1990-an. Terdidik menjadi anggota Keamanan Rakyat (Kamra) di jaman Orde Baru. Sebelumnya, ia mengenyam pendidikan Pramuka.

Sifat dan jiwa patriotisme dan jiwa sosial kemudian memancing diri Demit, dengan SAR. “Saya awalnya kagum pada Basarnas. Bisa kenal banyak orang, membantu orang, gagah kelihatannya,” ujar Demit.

Advertisement

Dalam perjalanannya, Demit yang kenal beberapa orang penting” lalu bekerja di sebuah instansi. Hampir di tiap bekerja, ia sebenarnya mampu merasakan iri hati dari rekan-rekan dekatnya sendiri.

Namanya manusia. Ada lemah dan kelebihannya. Ada kata atau sikap yang tidak disadari mampu menyinggung perasaan seseorang. Demit tenang saja. Katanya, ia memang ceplas ceplos menjadi dirinya.

“Biasae lek wes terlanjur. Aku ketemu trus njaluk sepuro, ” aku Demit. Ya, Demit pun merasa tidak enak jika menyinggung perasaan orang lain. Sejatinya ia tidak ingin dibenci orang. Ia berusaha dihormati, disayangi dan dikagumi.

Prinsipnya tetap, kata Demit. “Mangku Rondo Limo Mudo Sedoyo”. Di benak pikiran kotor, sekalimat prinsip itu berbau cabul memang. Tapi diceritakan Demit, kalimat itu hanyalah kalimat. Terpenting adalah perbuatan kongkrit.

Advertisement

“Biarlah perbuatan nantinya mendatangkan rejeki, perkenalan dengan banyak orang, jadi kawan, mitra, saudara. Rejeki mesti onok ae, ” ujar Demit yang memang kadang gumun, ada saja bantuan di saat ia atau keluarganya terhimpit.

Soal aktifitasnya di Fesbuk, Demit menjawab simpel. Kenapa ia begitu aktif? “Ya kalau dulu, kita kenal banyak orang pakai HT, SMS, telpon, radio. Sekarang sudah modern. Ya pakailah FB, ” ujar Demit sembari menyadari pentingnya jaringan komunikasi dan sumber.

Demit, tidak banyak orang tahu. Dia pernah duduk di kursi pengadilan. Menjadi saksi atas kasus kematian perempuan di Wagir. Demit juga pernah kena batunya usai mengunggah informasi soal Kolor Ijo yang ternyata Hoax. Apa daya, kadang niat baik memiliki resiko dari informasi media sosial.

Terus berkarya Saudara..

Advertisement

 

Advertisement
Lewat ke baris perkakas