Kota Malang

Majelis Hakim Tolak Eksepsi, Apeng Berencana Lapor Badan Pengawas MA

Diterbitkan

-

Sumardhan SH dan Apeng. (gie)

Memontum Kota Malang-Sidang dengan terdakwa Timotius Tonny Hendrawan alias Tonny Hendrawan Tanjung alias Ivan alias Apeng, (58), warga Puri Palma V, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, terus berlanjut di PN Malang.

Pada Senin (6/11/2017) siang, majelis hakim Righment MS Situmorang SH MH, dalam agenda putusan sela persidangan ini, memutus menolak eksepsi Sumardhan SH, kuasa hukum Apeng. Sidang sendiri dilanjutkan pada Senin (13/11/2017) dengan agenda pemeriksaan saksi korban.

Tentunya putusan sela ini membuat Sumardhan SH dan Apeng sangat kecewa. Pihaknya merasa majelis hakim tidak adil dalam putusan sela ini. “Ini tidak adil. Kami akan lapor ke Badan Pengawasan Mahkamah agung,” ujar Sumardhan.

Menurutnya ada beberapa point keberatan yang sudah diabaikan oleh majelis hakim.

Advertisement

“Kenapa dakwaan tidak diperjelaskan dengan pentahanan klien saya selama 21 hari di Polda. Ini kan nantinya akan berdampak pada klien saya. Harus diperjelas semuanya. Klien saya pernah ditahan 21 hari namun dalam dakwaan tidak pernah ditahan. Laporannya kan jelas kerugian Rp 4,250 miliar. Kenapa kok dalam dakwaan menjadi Rp 615 juta. Dakwaan ini menjadi kabur. Kenapa tersangka 2 dan 3 tidak persoalkan. Apa dasarnya jaksa tidak mempersoalkannya. Ini ada yang tidak benar. Eksepsi ini kan meluruskan suatu persoalan yang benar harus diuraikan secara jeras. Jangan argomen tapi bukti’ ujar Sumardhan.

Sumardhan menambahkan bahwa kasus ini adalah perdata bukan pidana karena masalah hutang piutang.

“ Ini adalah masalah perdata. Bahkan kami sudah menggugat kelebihan uang Rp 11,1 miliar. Sertifikat 102 yang didakwakan JPU itu milik Apeng,” ujar Sumardhan.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Chandra mengatakan bahwa Apeng adalah adik ipar dari Chandra Hermanto, kliennya.

Advertisement

“Waktu itu 4 sertifikat tersebut dijaminkan oleh Apeng di Bank Permata Solo. Karena tidak bisa membayar, 4 sertifikat itu hendak dilelang. Apeng kemudian menjual 4 tanahnya tersebut dan sudah dilunasi oleh Chandra. Jadi hubungan hukum Chandra dengan Apeng terkait 4 sertifikat itu bukanlah hutang piutang dengan jaminan, melainkan hubungan jual beli tanah, semua bukti akte ada. Sudah dibayar lunas oleh Chandra. Sebesar Rp 4, 250 miliar Tahun 2009 ,” ujar Alhaidary.

Setelah tanah itu dibeli, ternyata 4 sertifikat itu tidak diserahkan hingga Chandra melaporkan Apeng ke Polda Jatim terkait kasus penipuan penggelapan 4 sertifikat tersebut. “Terjadi kesepakatan 4 sertifikat itu diserahkan ke Chandra. Namun setelah pembelian tanah, 4 sertifikat tidak diserahkan hingga dilaporkan Ke Polda Jatim Tahun 2009. ,’ ujar Alhaidary.

Ke 4 sertifikat itu baru diserahkan oleh Apeng setelah ada perdamaian. “Terjadi perdamaian, 4 sertifikat diserahkan oleh Apeng ke Pak Chandra . dari 4 sertifikat itu 3 diantaranya sudah terjual. Namun dalam berjalannya waktu, 1 sertifikat yang tersisa yakni sertifikat No 102, diminta oleh Apeng. Bahkan saat itu Apeng melaporkan klian saya ke Polda Jatim Tahun 2015, atas dugaan pengelapan sertifikat.

Disini kembali terjadi perdamaian. Karena tidak mau rebut, sertifikat no 102 itu oleh Chandra diserahkan ke Apeng. Setelah sertifikat diterima, Apeng membatalkan semua akte perdamaian. Apeng juga menggugat Chandra Tahun 2015. Gugatan wanprestasi,” ujar Alhaidary. (gie/yan)

Advertisement
Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas