Kota Malang

SMAK Cor Jesu Sabet 4 Medali Emas dan 1 Piala Choir Internasional

Diterbitkan

-

Tim paduan suara Cor Jesu Youth Choir bersama pelatih dan Kepala SMAK Cor Jesu, menunjukkan 4 medali emas dan 1 piala BICF 2019. (rhd)

Memontum Kota Malang – SMAK Cor Jesu patut berbangga. Pasalnya, tim paduan suara Cor Jesu Youth Choir berhasil mengusung 4 medali dan 1 piala dalam ajang 8th Bali International Choir Festival (BICF) 2019, yang berlangsung di Denpasar, Bali, selama 5 hari (23-27/7/2019). Tim paduan suara ini berhasil melaju dalam dua babak dengan prestasi gemilang.

Diantaranya, dalam babak kompetisi, yaitu juara 1 kategori remaja, memperoleh medali emas level 5 dengan nilai 34,95; dan juara 3 kategori Pop dan Jazz, memperoleh medali emas level 4 dengan nilai 33,10. Sementara pada babak kejuaraan, yaitu juara 2 kategori remaja, memperoleh medali emas dengan nilai 86,60; dan juara 2 kategori Pop dan Jazz, memperoleh medali emas dengan nilai 91,92.

4 medali emas dan 1 piala BICF 2019. (ist)

4 medali emas dan 1 piala BICF 2019. (ist)

“Selain itu, kami memperoleh penghargaan khusus dari dewan juri yaitu Penghargaan Performa Paling Menarik (Most Engaging Performance),” ungkap Konduktor sekaligus Pelatih Tim Agustinus Wahyu Permadi, didampingi Kepala SMAK Cor Jesu Agatha Ariantini, kepada awak media.

Dalam tiap penampilan sekitar 4-5 menit per lagu tersebut, Cor Jesu Youth Choir yang membawa 32 orang penyanyi ini, berhasil memukau dewan juri dan penonton dalam persaingan hampir 100 peserta dari 15 negara. “Mungkin karena pengalaman sebagian anggota tim sebelumnya, turut membawa keberhasilan tim. Kali ketiga kami mengikuti BICF, yaitu 2016, 2018, dan 2019 ini,” jelas Wahyu, sapaan akrab alumni FTP UB, yang mengaku saat ini juga mengajar tim paduan suara FTP UB dan FIA UB.

Dalam ajang BICF 2019 tersebut, mereka mengusung beberapa buah lagu dalam kedua babak. Diantaranya Aglepta aransemen Arne Mellnas, dan Las Amarillas aransemen Stephen Hatfield, untuk kategori remaja dalam babak kompetisi dan kejuaraan. Sementara, I’ll Never Love Again, dan Dont Rain On My Parade aransemen Dinar Primastuti, untuk kategori Pop dan Jazz dalam babak kompetisi dan kejuaraan.

Advertisement

“Dalam babak kejuaraan, kami menambahkan masing-masing satu lagu dalam tiap kategori. Yaitu Cikala Le Pong Pong aransemen Ken Steven untuk kategori remaja, dan Dangerous Woman aransemen Dinar Primastuti untuk kategori Pop dan Jazz. Untuk lawan terberat kami itu dari Afrika dan Philipina,” jelas juru bicara tim, Fransiska Hellen Dea Nugraheni dan Natasya Louise Angelita.

Untuk menjadi yang terbaik, memang dibutuhkan perjuangan dan tantangan yang tidak mudah. Tim yang dikoreograferi oleh R. Aditia Prawiranegara, dengan dibantu pianis Albertus Galih Wicaksono ini, harus tirakat pantangan makanan pedas, berminyak, dan lainnya. Selain itu, untuk menjaga staminanya, mereka wajib berlari 40 kilometer sebulan yang bisa dimonitor melalui aplikasi Mundu di gawai tiap anggota.

“Komitmen kami, apapun kondisinya, sakit atau sehat, harus tetap prima. Sebelum latihan, anak-anak harus lari mengelilingi lapangan hampir 1 kilometer. Sepulang pelajaran mulai jam latihan 14.30-17.00. Jadi tidak ada jam latihan yang mengganggu jam pelajaran. Kami tidak berikan toleransi, kecuali saat bertanding di Bali itu,” tambah Wahyu.

Dalam kesempatan tersebut, Agatha berpendapat, paduan suara merupakan bagian pendidikan karakter. Selain mendidik disiplin, komitmen demi tujuan bersama, tidak ada toleransi latihan pada jam pelajaran, dan lainnya. “Saya perhatikan juri juga menilai tekanan pada partitur itu sesuai atau tidak. Artinya kedisiplinan dan karakter penguasaan partitur menjadi poin penentu,” tandas Agatha. (adn/yan)

Advertisement

 

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas