Berita Nasional
Unisma Jadi Kampus Pelopor Anti Radikalisme, Wapres Beri Kuliah Umum untuk Ribuan Mahasiswa
Memontum Kota Malang – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Prof Dr (H.C.) KH Ma’ruf Amin, memberikan Kuliah Umum mengenai ‘Quo Vadis Moderasi Beragama dalam Bingkai Merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Peradaban Dunia,’ kepada ribuan Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma), Jumat (19/01/2024) sore tadi.
Menurut Wapres, Ma’ruf Amin, tema yang dipilih tersebut tentu relevan dengan peran Kampus Unisma sebagai pelopor anti radikalisme. Tak hanya itu, menurutnya juga kampus yang menjadi proyek percontohan Kementerian Agama (Kemenag) dalam pengembangan Moderasi Beragama dan Bela Negara.
“Karena di Indonesia ini ada beragam suku, agama, ras, bahasa dan budaya, di mana perbedaan menjadi sebuah keniscayaan. Namun para pendiri bangsa berhasil menemukan kemajemukan dalam bangsa ini dalam UUD 1945. Hal ini membuktikan bahwa kebhinekaan tidak semestinya membawa perpecahan, tapi justru menjadi anugerah dan modal untuk mempersatukan bangsa. Ini yang harus kita jaga melalui sikap toleransi, cinta tanah air dan penghormatan terhadap tradisi,” jelas Wapres Ma’ruf Amin.
Ditambahkannya, jika fondasi persatuan di atas keberagaman harus terus dirawat dan dikelola, agar tidak menimbulkan ancaman bagi keutuhan bangsa. Terlebih, pemerintah telah mencanangkan visi Indonesia Emas 2045.
“Maka untuk menuju cita-cita ini, persatuan bangsa dan kerukunan umat merupakan syarat mutlak. Maka di sinilah moderasi beragama menjadi simbol keseimbangan kehidupan beragama dan berharga,” tambahnya.
Kemudian, pihaknya juga menyampaikan mengenai empat bingkai menjaga kerukunan. Pertama, yakni bingkai politik, diantaranya yaitu kesepakatan Nasional seperti Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.
“Karena itu, waktu ramai-ramai bicara ada usulan khilafah, saya bilang tidak bisa karena kita ada kesepakatan nasional itu. Kita tidak boleh menciderai itu. Karena kalau soal islami, semua islami, tetapi kita punya kesepakatan bahwa negara kita ini berbentuk Republik, kalau kita mengganti itu namanya menciderai kesepakatan Nasional,” tuturnya.
Baca juga :
Kedua, yakni bingkai yuridis, yaitu mengenai aturan-aturan. Menurutnya, aturan yang ada itu harus dijaga, jangan sampai tidak dihormati. Ketiga, yakni bingkai sosiologis yang menyangkut budaya lokal. Keempat, yakni bingkai teologi kerukunan atau paham beragama secara moderat.
“Oleh karena itu, narasi-narasi semua agama harus mengarah pada narasi kerukunan jangan narasi konflik. Ini menjadi salah satu bingkai dalam kerukunan bangsa,” lanjutnya.
Maka dalam hal ini, menurutnya pemerintah harus menyadari pentingnya eksistensi dan kontrubusi dunia pendidikan sebagai media paling efektif untuk mentransfer ilmu pengetahuan. Tidak lupa, pihaknya juga memberikan beberapa arahan terkait dengan moderasi beragama.
“Pertama, meningkatkan kualitas akademik di Kampus Unisma, agar selaras dengan penguatan iman dan taqwa. Termasuk karakter religius kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila. Kemudian, pertajam literasi kerukunan dan persatuan dalam ekosistem pendidikan Unisma,” katanya.
Lebih lanjut, apabila praktek moderasi agama sudah berjalan baik, maka harus dipertahankan. Utamanya untuk mengantisipasi potensi ancaman ajaran dan ideologi radikalisme. “Terakhir, saya minta agar seluruh komponen bangsa dapat merawat toleransi, kerukunan, perstuan, dan harmoni sosial sebagai ciri Indonesia di duni internasional,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor Unisma, Prof Dr H Maskuri, M.Si, menyampaikan bahwa kuliah tamu tersebut sebagai bentuk ikhtiar Unisma untuk memperkuat tentang kampus anti radikalisme intoleran. Apalagi, sebelumnya itu juga telah disampaikan oleh Wakil Presiden RI, pada 3 tahun yang lalu.
“Maka sekarang kita berbicara tentang Quo Vadis (arah) moderasi beragama dalam merawat negara kesatuan RI dan peradaban dunia. Ini memang artinya Unisma betul betul konsen dalam menyiapkan SDM yang lebih moderat ditengah tengah perbedaan. Sehingga Bhineka Tunggal Ika akan terjaga dengan bagus dan kebhinekaan adalah sebuah kekayaan, bukan menjadi suatu pemicu terhadap konflik. Maka ini harus kita rawat bersama,” imbuhnya. (rsy/sit)