Kabupaten Malang
Warga ‘Kampung Tempeh’ Desa Sindurejo Gedangan, Berharap Pemerintah Bantu Modal & Alat Produksi Canggih
Memontum Malang — Mentari pagi membelah kabut. Burung-burung berkicau meramaikan angkasa, seolah saling memberi semangat warga satu dan lainnya dalam memulai aktivitas.Begitu semangat warga di dusun yang berjulukan ‘Kampung Tempeh’ Desa Sindurejo Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang Minggu (1/4/2018) kemaren. Sunari(55) Ketua Rt 03/01 Kampung Pletes desa setempat mengatakan, di dusun berpenghuni 39 KK ini sejak dulu kala dikenal masyarakat luas sebagai ‘KampungTempeh’. Pasalnya, sekitar 15 KK warga disitu menekuni profesi sebagai perajin alat dapur jenis tempeh.
“Sebelum tahun1950-an, ada warga bernama Mbah Kromo Loso. Nama ini yang pertama kali memprakarsai pembuatan tempeh. Sampai sekarang Dusun Pletes ini dikenal masyarakat sebagai KampungTempeh”, ujar Sunari.
Juga dijelaskan, proses pembuatan tempeh itu terbilang lumayan rumit, harus dilakukan oleh tangan terampil dan penuh kreatif. Hingga di zaman maju seperti sekarang, warga masih pergunakan sarana manual. Itupun harus betul-betul-betul optimal. Seperti halnya pisau dan gergaji untuk meraut dan memotong bilahan bambu, itupun harus betul-betul tajam.
“Pertama saya buat blengkeran alias lingkaran bambu berdiameter 80 Cm. Selanjutnya bikin anyaman sesuai ukuran tempeh. Proses terakhir, kami rangkai lingkaran tadi dengan anyaman. Dalam satu hari kami bisa selesaikan 4 unit tempeh dengan harga jual satuan Rp 8 ribu,” beber Sunari.
Dengan total pendapatan kotor sebesar Rp
32 ribu. Itupun harus dipotong modal, seperti pembelian satu batang bambu apus sebesar Rp10 ribu, belum lagi rotan untuk variasi.Total pendapatan bersih, setiap pengrajin sebesar Rp 20ribu/satu tempeh.
“Enaknya, kami tidak harus jual ke pasar, tetapi sudah ada pengepul yang mengambilnya ke sini,” tambah Sunari. Lepas dari itu, Sunari berharap adanya bantuan modal, termasuk sarana produksi lebih canggih.
“Zaman sudah maju seperti sekarang, masak kita masih gunakan peralatan manual seperti ini. Kami berharap, ada perhatian pemerintah,” pungkas Sunari penuh harap. Di tempat yang sama, perajin Tempeh bernama Sumi’ (32) menjelaskan, dalam satu minggu pihaknya bisa menyelesaikan sebanyak 50 unit tempeh dengan total pendatan kotor Rp 400 ribu.
Jumlah itupun harus dipotong modal seperti pembelian 10 batang bambu sebesar Rp100 ribu dan rotan untuk variasi pada blengkeran/lingkaran tempeh. “Total pendapatan bersih dalam satu minggu sekitar Rp 300 ribu. Lumayan Mas untuk tambah pendapatan. Suami saya juga bantu sepulang dari ladang”, ujar Sumi’.
Terpisah,Nasuki SH.Msi Sekretaris Kecamatan(Sekcam)Gedangan sekaligus PejabatSementara(PJS)Kades Sindurejo mengatakan,pengrajin tempeh di desa berpenduduk sekirar 5000 jiwa ini sangat layak dikembangkan.Karena selain pengrajin warisan nenek moyang,desa Sindurejo memiliki wisata pantai Ngudel.
Pantai tersebut sangat menarik dan banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara.”Kami berharap,Kampung Tempeh ini menjadi ikon Desa Sindurejo.Kami juga agendakan,para pengrajin tempeh nanti bisa pasarkan hasil produksi mereka di Pantai Ngudel.Dengan demikian,para wisatawan bisa bisa bawa oleh-oleh tempeh salah satu produk unggulan Desa Sindurejo,” ujar Nasuki. (sur/nay)