Berita

Warga Srebet Tolak Alih Fungsi Alas Kasinan

Diterbitkan

-

Warga Srebet Tolak Alih Fungsi Alas Kasinan

Memontum Kota Batu – Aksi penolakan masyarakat Desa Pesanggrahan bersama Pengurus Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) dan Himpunan Pemakai Air Minum (Hipam) terhadap keberadaan wana wisata di Desa Srebet terus bergulir. Mereka membubuhkan tanda tangan penolakan di kain putih dan mendatangi Alas Kasinan (Alaska), Selasa (4/8).

Bersamaan momen selamatan desa, warga berduyun-duyun datang dengan berjalan kaki menuju Alaska. Masyarakat menuntut dihentikannya pembangunan dan operasional Alaska.

AKSI PENOLAKAN: Aksi penolakan masyarakat Desa Pesanggrahan bersama Pengurus Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) dan Himpunan Pemakai Air Minum (Hipam) terhadap keberadaan wana wisata di Desa Srebet

AKSI PENOLAKAN: Aksi penolakan masyarakat Desa Pesanggrahan bersama Pengurus Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) dan Himpunan Pemakai Air Minum (Hipam) terhadap keberadaan wana wisata di Desa Srebet

Pengurus Hippam Mayangsari di RW 5, Abdul Mutholib menjelaskan, awalnya pengelola Alaska konsen ke konservasi alam. Namun pada tahun 2019 merubah fungsi hutan lindung menjadi obyek wisata alam.

Namun kenyataan di lokasi, ada pemotongan bambu dan kayu. Padahal di sana merupakan sumber resapan permukaan hasil penghijauan. Jika sampai terjamah sumber pasti terancam, sehingga menyebabkan ketersediaan air bisa hilang. Belum lagi adanya bangunan permanen.

“Harusnya jika mengacu aturan UU tidak boleh ada bangunan atau kegiatan apapun sekitar 100 meter dari areal sumber. Areal sumber harus dijaga bersama demi mengembalikan fungsi hutan Kasinan seperti semula, tidak ada tegakan bangun beton permanen, pemotongan pohon, serta bambu,” terang Mutholib, Selasa (4/8/2020).

Advertisement

Adanya pembangunannya dan alih fungsi lahan, membuat masyarakat khawatir bakal merusak sumber yang ada di Alas Kasinan. Sekarang saja distribusi air sudah berpengaruh, debit air sudah mengecil. Jika sampai 2-5 tahun kedepan bisa dipastikan habis.

Masyarakat sepakat jika sampai tidak ada ketegasan akan berkoordinasi dengan aktivis alam seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kemudahan melaporkan masalah ini ke Perhutani Jatim hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Makanya dalam selamatan desa ini kami sampaikan juga aspirasi dan keinginan warga jika tidak berkenan dengan adanya Alaska,” tambahnya lagi.

Lalu, Ketua Himpunan Hippam seluruh Desa Pesanggrahan, Achmad Machrus berujar kalau memang konservasi, tidak boleh ada aktivitas. Apalagi bakal menjadi tempat wisata yang mendatangkan banyak pengunjung. Belum lagi di sana ada pemotongan pohon, pembangunan permanen, dan lainnya. Pasti berdampak.

Advertisement

“Beberapa dampak yang ditimbulkan, seperti pencemaran lingkungan, ketersediaan air berkurang, dan mengundang bencana kemudian hari. Pembangunannya itu satu wilayah dengan sumber, pastilah bakal mencemari sumber,” kesalnya.

Apalagi kalau jadi wisata bakal dikunjungi banyak orang, pasti volume sampah juga meningkat. Machrus pun menceritakan awal gejolak ini bermula akibat banyaknya keluhan dari warga yang menggunakan air dari Hippam. Warga mengaku debit air yang mengalir ke rumahnya mengecil. Lalu dari tujuh pengelola hippam menyampaikan hal yang sama. Setelah itu pengurus langsung meneruskan keluhan ke pihak Pemdes Pesanggrahan.

Selanjutnya, desa memfasilitasi mediasi semua pihak, baik hipam, pengelola alaska dan perwakilan warga. Mediasi berlangsung dua kali, pertama tidak ada hasil, kedua baru ada pembentukan tim pansus beranggotakan LMDH, Hipam, dan Hippa.

“Desa pun berharap ada penghentiaan pembangunan, tapi nyatanya terus berjalan. Kalau alasan pengelola kenapa terus membangun ya karena sudah mengantongi izin,” bebernya.

Advertisement

Menanggapi itu, Pengurus Alaska Gigih Abdilah menjelaskan, awal mula adanya wisata Alaska untuk mengembangkan wisata dan bisa memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar. Ia pun mengaku sudah kantongi Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan KPH Perhutani Malang serta izin lainnya.

Kemudian usai adanya kunjungan wisata tiba-tiba munculah permasalahan. Isu terkait pembangunan mengurangi debit air di sumber menurut dia kurang benar.

“Lha apakah pengelola Hippa dan Hipam sudah memperhitungkan debit air karena terus bertambahnya konsumen sehingga air mengecil. Kami tegaskan jika Alaska tidak memanfaatkan air sumber atau hutan. Bahkan setelah ada gejolak, kami sudah mendatangi paguyuban pengelola air satu persatu sesuai arahan kepala desa, dan kami akomodir keinginan mereka. Intinya sama-sama menjaga area tersebut,” jelas Gigih.(bir/syn)

 

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas