Kota Malang

Kak Seto Tegaskan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Harus Bersinergi Dalam Pendidikan Karakter Anak

Diterbitkan

-

Dr Seto Mulyadi, SPsi, MSi, atau yang akrab disapa Kak Seto. (rhd)

Memontum Kota Malang—Dalam mendidik anak, diperlukan 3 ruang lingkup yang harus bersinergi. Diantaranya sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam membentuk kepribadian anak, sekaligus program pendidikan karakter yang saat ini sedang digaungkan pemerintah melalui Kemendikbud. Peran ketiganya harus saling mengisi dan melengkapi secara bergantian dan kontinu.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia Dr Seto Mulyadi, SPsi, MSi, atau yang biasa akrab disapa Kak Seto, saat menyampaikan materi Seminar Nasional dengan tema “Sinergitas Keluarga, Sekolah, dan masyarakat dalam Penguatan Pendidikan Karakter” di Graha Cakrawala UM, Kamis (16/11/2017). Kali ini, Kak Seto mengangkat tema ‘Peran Keluarga dan Sekolah dalam Penguatan Pendidikan Karakter’.

“Pendidikan Karakter utamanya dibentuk oleh sekolah dan keluarga, sementara untuk adapatasi sosial juga diperlukan ketika berinteraksi dalam masyarakat. Semua anak berpotensi di bidangnya masing-masing. Jangan dipaksa sesuai keinginan ortu, sebab yang sekolah adalah anak kita, bukan kita yang dulu gagal. Jika dipaksakan akan menjadikan anak school phobia. Karena pada dasarnya anak senang belajar, jika dalam suasana belajar yang gembira. Pengaruh lingkungan juga turut mempengaruhi,” terang Kak Seto.

Menurutnya, setiap anak itu unik, untuk itu kembangkan keunikan tersebut menjadi kelebihannya dalam berprestasi. Namun juga tak harus dipaksa berprestasi, biarkan berkembang secara alami. “Standar isi pendidikan yaitu
Etika, Estetika, Iptek, Nasionalisme, dan Kesehatan/Olahraga. Sementara kepekaan belajar itu konignif, afektif, dan motorik. Sedangkan modalitas belajar diantaranya kinestetik (konsentrasi cara belajar dengan gerakan), auditori (konsentrasi cara belajar dengan mendengarkan musik, dibacakan, dan lainnya), dan visual (konsentrasi cara belajar dengan melihat dan memperhatikan). Semua ada rambu-rambunya sesuai keunikan anak, jadi tak perlu dipaksakan,” jelas kakek kelahiran Klaten, 28 Agustus 1951 ini.

Advertisement

Pendidikan di dalam keluarga, jangan ada kekerasan pada anak, seperti bentakan, cubitan, pukulan, dan bentuk kekerasan ekstrim lainnya, karena akan membentuk karakter keras. Termasuk pertengkaran ortu di depan anak. Sebab hal itu akan menjadikan contoh atau dasar pendidikan menjadi keras. “Emosi itu di kepala, tapi hati dan pikiran mampu harus mampu mengendalikan. Kalau rumah berantakan karena mainan anak-anak itulah kreatifitas anak, sebab mereka bisanya bermain di dalam rumah. Ayo bereskan bersama sebagai bentuk kebersamaan,” ungkap saudara kembar Kresno Mulyad.

Disinggung ketergantungan anak dan ortu pada gadget, Kak Seto menegaskan semua tergantung kepekaan tiap individu. “Jangan salahkan gadget, karena gadget adalah alat komunikasi. Kendalikan penggunaan pada anak, dengan batasi. Ajari dan ciptakan kondisi yang menarik dengan kehadiran dan kontrol orang tua, agar kegiatan anak lebih bervariatif, dibandingkan hanya bermain gadget yang dinilai oleh anak adalah segala-galanya karena dirinya terabaikan orang tua. Sebab kids jaman now berbeda dengan kids jaman old. Generasi old jika tak ada mainan justru kreatif membuat permainan dengan teman-temannya,” tukas suami Deviana Mulyadi, yang memberinya 5 anak. (rhd/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas