Kota Malang

Tiga Batu Bernilai Sejarah Ditemukan di Kawasan Revitalisasi Alun-alun Kota Malang

Diterbitkan

-

BATU: Tiga batu yang ditemukan di Alun-alun Tugu Kota Malang. (memontum.com/rsy)

Memontum Kota Malang – Revitalisasi Alun-alun Kota Malang berhasil menemukan tiga batu yang dimungkinkan bernilai sejarah. Ketiga batu jenis andesit dengan ukiran tulisan berbeda itu, berhasil diketemukan di sekitar taman Alun-alun.

Penanggung Jawab Proyek, Irfan, menyampaikan jika ketiga batu tersebut sebelumnya memang telah diletakkan di permukaan tanah berdekatan dengan tempat duduk yang berada di Alun-alun Tugu Kota Malang. “Itu (batu, red) diletakkan pada tahun 2016, dari peninggalan warga Belanda. Saat proses revitalisasi Alun-alun Tugu ini, kita pindahkan sementara. Tetapi nanti akan kita kembalikan di posisi semula. Karena, batu ini dianggap bersejarah,” kata Irfan, di Alun-alun Tugu Kota Malang, Rabu (05/07/2023) siang.

Dari pantauan Memontum.com di lapangan, tiga batu tersebut bertuliskan ‘Malang in Memory of’ kemudian ‘Oosterhuis Bapak Tonko’ dan ‘Johan Jan.’ Dari ketiga tulisan di batu tersebut, dimungkinkan memiliki makna tersendiri. Sehingga, harus dilakukan pengamanan.

“Ini tetap kita amankan. Karena, saran dari sejarawan itu harus tetap dirawat,” lanjutnya.

Advertisement

Sementara itu, Pemerhati Sejarah, Tjahjana Indra Kusuma, menyampaikan jika batu tersebut merupakan sebuah bangku kenangan yang dirancang ergonomis dan memiliki permukaan yang tidak menggenang saat hujan turun. Namun lebih dari itu, batu tersebut memiliki makna yang lebih mendalam dalam sejarah kota Malang.

“Pada dasarnya, batu ini melambangkan sumbu imajiner Kota Malang. Dari balkon tempatnya berada, kita bisa melihat deretan tugu yang mengarah ke Jalan Suropati. Seperti halnya di Yogyakarta dengan Keraton, Tugu dan Merapi. Di Kota Malang, ada sumbu imajiner dari balkon Balai Kota ini. Dua bangunan setinggi 12 meter, yang dahulunya menjadi bangunan militer dan bangunan pemerintahan, dirancang secara strategis mengikuti sumbu imajiner ini. Jadi, ketika seorang Wali Kota memandang ke arah sana, sebelum adanya tugu, ada air mancur,” jelas Tjahjana.

Baca juga :

Selain itu, menurutnya juga terdapat korelasi antara tiga batu tersebut dengan sejarah keluarga Tonko Oosterhuis, Yohan Oosterhuis dan Yan Oosterhuis. Karena, keluarga tersebut dianggap memiliki hubungan emosional yang kuat dengan Kota Malang.

“Salah satu anak mereka, Johan Oosterhuis, meninggal pada Juni 1945 di Lapas Lowokwaru. Johan ditangkap oleh tentara Jepang, karena dianggap sebagai mata-mata karena ia sering menggunakan senter pada malam hari ketika ada pesawat terbang,” katanya.

Advertisement

Terlebih, Keluarga Oosterhuis awalnya merupakan tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) (Tentara Kerajaan Hindia Belanda, red) yang bertugas di berbagai tempat di Indonesia. Seperti Kepulauan Alor Kalabahi, Waingapu, Cimahi, Surabaya, dan Samarinda.

“Tonko Oosterhuis sendiri sangat mencintai Hindia Belanda dan bertugas di Batalyon Infanteri 8 Gerampal di Malang. Namun, saat invasi Jepang terjadi pada tahun 1942, Tonko ditahan di Surabaya. Istrinya dan anak-anaknya dikumpulkan di interniran di Jalan Welirang Straat 43. Istri Tonko berasal dari Timor Timur dan mereka menikah saat Tonko bertugas di Waingapu, Kalabahi. Ada tanda kelahiran Kalabahi 1923 terukir di logamnya,” tuturnya.

Karena itu, imbuhnya, keluarga besar dari Tonko Oosterhius meminta izin kepada dinas terkait untuk memasang bangku tersebut di area publik, pada bulan Februari 2016 lalu. Itu semua juga terekam sejarahnya dalam sosial mesia arsitek pembuat ketiga batu tersebut. (rsy/sit)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas