Kota Malang

Diprotes Anggota Dewan, Akhirnya RSSA Kota Malang Respon

Diterbitkan

-

Terkait Buruknya Pelayanan Terhadap Salah Seorang Pasien

Malang, Memontum – Setelah diprotes oleh Hadi Mustofa anggota komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) Kabupaten Malang terkait buruknya pelayanan, Selasa (31/10/2017). Akhirnya pihak RSAA kota Malang merespon.
Hal itu terkait penanganan terhadap seorang pasien bernama Mochamad Nevan Akmal Afarizi alias Nevan (5), anak dari pasangan Zahrotul Zinul Arifin (30) dan Mia Rosawati (27) warga Desa Sumberpasir, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
Dalam pers rilisnya Kamis (2/11/2017) kemarin, bahwa pasien tersebut mengalami hambatan pengeluaran zat kuning (bilirubin) pada saluran empedu yang digolangkan merupakan penyakit langka dengan menyerang hati. Bahasa medisnya adalah Caroli Disease, atau biasa disebut penyakit hati kronis, yang membuat organ dalam keras dan perutnya membesar.
Hal ini di sampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Medis RSSA, dr. Saifullah Asmi Tagani Sp.B. Menurut Saifullah, bahwa Pasien tersebut sekarang ini menunggu penanganan medis lebih lanjut. Dan surat rujukan dari RSSA untuk berobat ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) tersebut sudah turun pada tanggal 24 Oktober lalu dan baru di ambil pada tanggal 1 November kemarin.
“Sebenarnya ini hanymasalah administrasi yang sangat krusial, Administrasi ini memang harus dilakukan oleh level yang lebih tinggi. Artinya, dokter yang menangani tidak bisa memberikan rujukan. Hal ini harus dilakukan oleh jajaran direksi,” jelas Saifullah.
Sementara, Dokter penanggung jawab Nevan di RSSA, dr Satrio Wibowo SpA, menjelaskan, RSSA sudah membuat rujukan beberapa minggu lalu. Ditegaskan, surat rujukan sudah ditandatangani oleh RSSA sejak 24 Oktober lalu. Namun, keluarga pasien belum mengambil surat ini. Rumah sakit juga sudah mengupayakan komunikasi, namun diakui Satrio, hal itu belum berhasil. “Kami ada prosedur sehingga pasien tidak keluar banyak biaya,” kata Satrio.
Masih menurut Satrio, untuk merujuk ke RSCM mereka juga harus melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Jakarta. Apalagi, lanjut dia, transplantasi hati ini bukan hal yang familiar di Indonesia. Kalau di luar negeri memang tindakan medis ini cukup populer.
Juga dicontohkan,beberapa kasus cangkok hati yang berujung pada kematian. Misalnya saja di Semarang atau pasien Bilqis di Surabaya yang pada akhirnya pasien meninggal beberapa waktu setelah dilakukan transplantasi.
Untuk itu, dia menegaskan, mereka berhati-hati dalam hal merujuk. Lanjut Satrio, pihaknya tidak bisa memberikan harapan tinggi. Mengingat beberapa kejadian pasca operasi cangkok hati. “Bukan lantas setelah operasi langsung sembuh. Kami juga berhati-hati dalam bertindak, kami tidak bisa memberikan harapan tinggi,” ujarnya.
Pihaknya, sudah melakukan komunikasi secara intensif dengan Dr dr Hanifah, ketua tim cangkok hati di RSCM. Kendala untuk transplantasi hati ini adalah komunikasi yang intensif antara RSCM dan RSSA, soal kesehatan pasien. (sur)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas