Kota Malang

Sutiaji Berikan Solusi Angkutan Umum

Diterbitkan

-

Sutiaji Berikan Solusi Angkutan Umum

Memontum Kota Malang — Permasalahan angkutan konvensional dan angkutan online, sebagaimana diatur Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, dianggap masih kurang menyantuni bagi masyarakat pelaku, khususnya pengemudi.

Menyikapi hal itu, Sutiaji, Calon Walikota Malang periode 2018-2023, yang bergandengan dengan Sofyan Edi Jarwoko, dalam Paslon SAE, memiliki program unggulan dalam memecahkan permasalahan yang tak kunjung menemukan solusi bersama itu. Dengan program tersebut diharapkan semua pihak dapat mencari nafkah tanpa harus kucing-kucingan atau terjadi gesekan sosial.

“Berdasarkan PP 74/2014 tentang angkutan massal daerah, memberikan peluang Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur kebijakan sendiri. Artinya, ada celah hukum bagi Pemda yang bisa ditangkap untuk mengambil langkah sendiri dengan membuat Perda, sebagai kepastian hukum yang bisa memayungi semua pihak, baik angkot konvensional, angkutan online, bahkan Bentor,” jelas Sutiaji, kepada Memo X (Grup Memontum.com).

Selain itu, melalui PP 12/2011, dimana masyarakat butuh angkutan yang tidak dijangkau trayek, Pemda dituntut mampu menyediakan jenis akomodanya. “Melalui telaah tim kami dari pakar hukum dan pakar transportasi menyarankan itu. Inisiatornya, bisa dari legislatif (DPR) atau eksekutif (Pemda). Memang butuh orang yang tepat untuk berpikir jernih dan berani dalam mengambil kebijakan tersebut. Selain sistem, prakteknya harus bisa dilakukan dengan cara yang baik. InsyaAllah jika diberikan kesempatan, SAE mampu mewujudkan,” tegas Sutiaji.

Advertisement

Didesak bentuk prakteknya, Sutiaji bersedia membocorkannya. Sebab Sutiaji berpikir, masakan boleh sama, namun ditangan koki yang berpengalaman handal, tentu hasilnya berbeda. “Nantinya angkot diberdayakan untuk mengangkut para pelajar dengan sistem e-money, atau poin khusus berlangganan. Dimana sistem tersebut diakomodir melalui CSR dengan menggandeng pihak perbankan. Sementara, angkutan online diberikan sedikit aturan modifikasi. Termasuk mengatur ojek pangkalan, bentor, dan akomoda lainnya,” tukas Sutiaji.

Pada dasarnya, pengemudi angkutan online adalah mitra kerja yang posisinya sejajar, tanpa ada pungutan. Namun kenyataannya, pemgemudi memberikan uang setoran di awal dan potongan bagi hasil. Tentunya aturan pemerintah dan kebijakan perusahaan aplikasi dengan pihak ketiga (koperasi atau lembaga yang mewakili di tiap daerah), dinilai terlalu memberatkan pengemudi. Dimana hak-hak lain, jika diposisikan sebagai tenaga kerja, seharusnya mereka mendapatkan asuransi dan fasilitas lain layaknya tenaga kerja, atau driver angkutan konvensional. (rhd/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas