Surabaya

UK Petra Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan

Diterbitkan

-

Memontum Surabaya—-Kekerasan pada perempuan tiap tahun semakin bertambah. Data dari United Nations Population Fund (UNPF), kasus kekerasan pada perempuan di Indonesia meningkat 25 persen di tahun 2017 dibandingkan pada tahun 2016.

Melihat kejadian ini sekaligus memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perpempuan ( HAKTP ) yang jatuh pada 25 November, Petra Little Theatre (PLT), Program English for Creative Industry (ECI) Universitas Kristen (UK) Petra menggelar pementasan bertajuk “A Story of Wounds”.

“Saya menganggap isu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini merupakan isu yang sangat serius akan tetapi masih banyak masyarakat menganggap hal ini tabu untuk dibicarakan. Jika masyarakat melihat kejadian seperti ini, bertindaklah dan jangan hanya diam tanpa mau melapor,” ujar Jessie Monika selaku penulis naskah A Story Wounds, Kamis (15/11/2018).

Ia menambahkan bahwa sampai detik ini masih banyak korban-korban kekerasan diluar sana yang masih banyak menutupi akan hal ini. Dan masyarakat juga masih banyak yang beranggapan hal ini seperti bukan urusan mereka dan bahkan ada yang menganggap ini seperti hal yang wajar.

Advertisement

“Jadi alih-alih mendapatkan dukungan untuk bisa lepas atau menghindar dari kekerasan itu, tapi orang-orang sekitarnya itu justru seperti mendukung kekerasan tersebut. Dengan diam saja itukan sebenarnya sudah seperti mendukung,” imbuhnya.

Jessie menambahkan bahwa para korban pada umumnya akan merasa dirinya layak menerima perlakuan tidak manusiawi macam ini dan karenanya tidak berani mencari pertolongan.

Ini salah satunya diakibatkan oleh adanya anggapan dari masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang cukup wajar dilakukan oleh seorang suami terhadap istri.

“Cerita ini diambil dari kisah nyata seorang korban kekerasan. Saya membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan untuk membuat cerita ini, dan telah menanyakan dengan korban yang telah sembuh dari traumanya dan dengan seorang psikolog,” ungkap Jessie.

Advertisement

Jessie juga melihat dari perkembangan dunia yang semakin modern dimana dunia digital sekarang sudah bisa merekam banyak atau membuat viral terutama pada tindakan kekerasan serta dapat memberikan hukuman sosial melalui media sosial. Namun pada kenyataannya kekerasan justru malah meningkat.

“Sampai sekarang belum ada angka pasti atau penyebab pasti kenapa angka ini terus meningkat,” ungkapnya.

Karya ini mengisahkan kekerasan dalam rumah tangga keluarga baik-baik di mata masyarakat dan bagaimana orang-orang sekitar korban menyikapi hal ini, termasuk pada akhirnya si korban itu sendiri.

Pementasan yang berdurasi 105 menit ini terdiri dua babak dengan tujuh pemeran. Kisah ini bercerita tentang karakter Nina, seorang pelukis yang sempat tinggal di Bali.

Advertisement

Nina terpaksa kembali ke kota asalnya karena ayahnya yang sakit. Di kota asalnya inilah, dia akhirnya  bertemu dengan seorang pria dari keluarga baik-baik dan pada akhirnya menikah.

Permasalahan dimulai ketika Nina menemukan sisi gelap dari sang suami saat berada dibawah pengaruh alkohol, disinilah Nina baru menyadarinya bahwa suaminya suka melakukan kekerasan.

“Dengan pementasan ini jadi masyarakat lebih berasumsi dan beranggapan bahwa tindak tindakan kekerasan ini harus kita bantu. Lakukan sesuatu  walaupun itu tidak besar sehingga korban yang terkena kekerasan ini segera terbantu,” ujar Stefany Irawan selaku dosen sekaligus Sekretaris Program ECI.

Dengan melihat pementasan ini Stefany ingin menggugah masyarakat untuk memiliki kesadaran terhadap siapapum, dengan dalih apapun, tidak dapat dibenarkan.

Advertisement

Sekadar diketahui, pementasan akan dimulai pada tanggal 21-23 November 2018, mulai pukul 17.00-19.00 WIB. Dan 24 November 2018 mulai pukul 16.000-18.00 WIB. (gus/ano/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas