Surabaya

Hubungan Politik Bisa Tentukan Keputusan Bisnis Pemerintah

Diterbitkan

-

PELUANG DAN TANTANGAN PWI Jatim menggelar acara Rembug Migas dan Media yang bertema PELUANG dan Tantangan Sektor Hulu Migas Indonesia, Prospek Masa Depan Media Massa dalam rangka memperingati Hari PERS Nasional 2019 yang digelar di Hotel Kampi Surabaya, Rabu (62)

Memontum Surabaya – Pengamat ekonomi Hadi Prasetyo menegaskan jika keterlibatan politik bisa mempengaruhi sebuah kebijakan pemerintah. Namun ia menilai hubungan politik dan bisnis itu teorinya bisa dipisahkan, namun pada prakteknya bisa saja saling berkaitan.

Menurutnya, setidaknya tahu dan jelas kemana keputusan dan arah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Tetapi, hampir semua industri migas semuanya dalam tanda petik itu selalu sedikit atau banyak itu ada pertimbangan segi politisnya.

“Minyak dan gas (migas) itu dimanapun bukan hanya di Indonesia sangat berpengaruh kepada pengambilan keputusan-keputusan nasional,” ungkap Hadi, sapaan lekatnya usai mengisi acara diskusi “Rembug Nasional Migas dan Media” di Hotel Kampi Surabaya, Rabu (6/2). Diskusi menjadi rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang dipusatkan di Surabaya.

Hadi menambahkan kalau dilihat keputusannya di kilang minyak itu tentu ada sesuatu yang merugikan. “Misalnya dari Singapura ke Indonesia pasti itu gak mau karena rugi. Inikan pilihannya tinggal dua, kita invest di kilang minyak dan kemudian kita mengurangi impor. Karena kita ekspornya ekspor minyak mentah,” paparnya.

Advertisement

Namun yang menjadi dilematis adalah jikalau sudah invest dan eksplorasi lalu gagal, maka kebijakan tersebut akan terkena UU korupsi karena memunculkan kerugian negara.

“Orang bahkan pemerintah kan takutnya disitu dan ini harus dirubah. Saya sudah jelaskan, ketika kontraktor eksplorasi itu datang mereka yakin karena mereka sudah punya asumsi dasar,” katanya.

Yopi Hidayat yang juga pengamat ekonomi, menganggap industri Minyak dan Gas (Migas) menghadapi tantangan baru di awal tahun 2019 ini.

Berdasarkan data dari Menteri Keuangan yang dikutipnya, hingga kini tercatat APBN 2019 sebesar Rp 2.165 triliun dengan asumsi listing minyak sebanyak 775 ribu barrel perhari, sedangkan listing gas sebesar 250 ribu barrel.

Advertisement

“Oleh karena itu, kita melihat bahwa kebutuhan minyak dan gas kita diatas jumlah tersebut sebanyak 1,7 juta. Tahun 2025 diprediksi 1,9 juta, tahun 2050 diprediksi 3, juta barrel per hari,” ungkap Yopi Hidayat, pengamat ekonomi saat

Yopi menjelaskan, dari APBN sebesar Rp 2.165 triliun tersebut, ternyata sebanyak 1.780 triliun merupakan pajak. Sedangkan dari migas kurang lebih Rp 160 triliun, kecuali batu bara. Porsi migas terhadap APBN sejak tahun 70an hingga sekarang terus mengalami penurunan. Menurutnya, sejak tahun 1973 hingga 1983, 60 persen APBN tergantung oleh migas.

Dirinya mengapresiasi kepada ESDM, lantaran realisasi perkembangan migas tahun 2018 lalu telah meningkat.

Kendati demikian, saat ini Indonesia mengalami diversifikasi dan hanya tinggal memaksimalkan pada hal-hal pemasukan devisa yang banyak.

Advertisement

“Perlu tidak kita swasembada migas? Jawabannya, tidak harus dipaksakan. Singapura saja tidak memiliki migas juga tidak apa-apa. Tapi cadangan devisanya luar biasa hingga bisa bertahan untuk kebutuhan migas negaranya,” ujarnya. (sur/ano/yan)

 

Advertisement
Lewat ke baris perkakas