Kota Malang

Wawan Sobari, PhD: Terlalu Dini Prediksi Pilkada, Dinamika Masih Panjang

Diterbitkan

-

Kota Malang, Memo X— Menanggapi terpecahnya suara politik dari kalangan Nadhatul Ulama (NU) yang sebagian besar tergabung dalam partai PKB, dimana telah menentukan pilihan mengusung pasangan Drs Syaifullah Yusuf dan Azwar Anas, dalam Pilgub Jatim 2018, berkolaborasi dengan PDIP. Hal ini dianggap pengamat politik dari kalangan akademik, Wawan Sobari, PhD, sebagai hal yang lumrah.

 

“Saya tidak terlalu terkejut dengan manuver politik NU. Sebab sejak Pilkada 2008, memang tidak pernah solid dan komitmen, dengan ditunjukkannya perpecahan. Hal ini berbeda dengan grassroot. Kalau pun direkomendasikan kyai. Nah kyai yang mana dulu, karena kyai tidak tunggal, tapi banyak,” jelas dosen FISIP UB ini, kepada Memo X.

 

Advertisement

Menurutnya hubungan santri dan kyai di beberapa wilayah Jatim memiliki karakteristik berbeda. Contohnya daerah Tapal Kuda, kyai sebagai mobilizier atau perantara dengan santri atau masyarakat, sehingga apa yang didawuhkan kemungkinan besar diikuti. Hal ini berbeda dengan wilayah Mataraman.

 

Ketidakpercayaan masyarakat pada partai akan turut mempengaruhi hasil akhir. Namun jika pilihan masyarakat pada sosok, bukan pada partai, tentu akan menjadi hal yang menarik.

 

Advertisement

“NU terdiri dari banyak organisasi otonom. Seperti yang kita ketahui, Khofifah kuat dengan Muslimat NU, namun belum tentu organisasi otonom lainnya. Hal ini kemudian menjadikan masyarakat melihat sosok Khofifah, bukan partainya. Pun dengan Gus Ipul dan pasangannya Azwar Anas dengan prestasi atau karismanya,” terang Wawan.

 

Tentunya, perpecahan tersebut akan menjadi pertimbangan partai poros lainnya, seperti Gerindra, PAN, PKS, dan PPP, apakah mengusung calon pasangan baru lain, atau mendukung salah satu pasangan yang sudah ada. Bahkan, bisa saja terjadi perpecahan dalam kubu partai, seperti PPP yang berasal dari kalangan NU.

 

Advertisement

Hasil survei sementara oleh lembaga survei independen atau pesanan pun akan turut mempengaruhi pola pikir dan penilaian masyarakat. Namun, dinamika tersebut bukan menjadi patokan awal untuk menentukan pilihan suara.

 

“Terlalu prematur jika saat ini diprediksi. Kans masih terbuka lebar. Biasanya dapat diprediksi menjelang 2 minggu menjelang pemungutan suara. Bahkan operasi botoh (bandar) juga turut mempengaruhi,” tukasnya. (rhd/yan)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas