Hukum & Kriminal

Sidang Pemalsuan Keterangan Riwayat Tanah, Keterangan Amin dan Sunarko Bertentangan

Diterbitkan

-

Aiptu min Makmun saat menjadi saksi terdakwa Nafian dan Sunarko. (gie)
Aiptu min Makmun saat menjadi saksi terdakwa Nafian dan Sunarko. (gie)

Memontum Kota Malang – Anggota Polres Batu Aiptu Amin Makmun, dihadirkan oleh JPU sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Nafian (49) warga Jl Wukir, Gang V, RT 03/RW 02, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu dan Sunarko (48) warga Dusun Santrean, RT 03/RW 03, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu, pada Rabu (22/7/2020) siang.

Sebab dalam persidangan sebelum-sebelumnya, nama Amin Makmun disebut-sebut sebagai sosok yang telah membantu Sunarko dalam mengurus tanah yang di klaim sebagai milik Nafian. Baik saat mengurus surat-surat di Kelurahan Temas maupun saat mendatangi BPN Kota Batu.

Dalam persidangan kasus dugaan Pasal 263 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP dan atau Pasal 406 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Amin telah disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya terkait perannya dalam membantu Sunarko dalam mengurus surat-surat.

” Saya sudah kenal Pak Narko jauh sebelum permasalahan ini. Saya kenal Narko tidak pernah neko-neko. Saya tidak pernah ada keuntungan dan tidak pernah dijanjikan apa-apa. Saat itu saya hanya mendampingi. Terkait pembongkaran tembok saya sudah menyarankan dan saya meminta menunggi sampai surat tanahnya turun. Kenapa Pak Narko gegabah, harusnya nunggu proses SHM. Kan masih pengecekan di BPN,” ujar Amin.

Advertisement

Saat ditanya apakah pernah menemui Sanjaya, anak Liem Linawati, saksi Amin mengatakan tidak pernah. Pihaknya hanya bertemu ayahnya Sanjaya. ” Saya hanya ketemu ayahnya. Terkait Pak Rudi, dia adalah senior saya di kepolisian. Meminta bantuan Pak Rudi karena kenal dengan pihak perumahan,” ujar Amin.

Keterangan Amin dibantah oleh Sunarko. Dia sempat terlihat takut dan sulit bicara saat dipandang oleh Amin. Oleh karena itu Majelis Hakim Djuanto SH MH meminta supaya Amin tidak melihat Sunarko. Meminta Amin supaya pandangannya lurus kedepan dan tidak boleh menoleh ke Sunarko.

Setelah itu Sunarko baru berank bercerita bahwa pembongkoran tembok tersebut kesepakatan bersama-sama dan sudah direstui oleh Amin.

“Sudah diijinkan oleh Pam Amin,” ujar Sunarko. Sementara itu Amin mengatakan kembali bahwa dia tidak pernah merestua pembongkaran itu. “Saat pembongkaran itu saya sedang berada di Surabaya. Saya tidak pernah merestui pembongkaran itu,” ujar Amin.

Advertisement

Dalam persidangan Senin depan, giliran Rudi yang menjadi saksi. ” Nanti Kalau Pak Rudi menjadi saksi dalam persidangan Senin depan, saya minta Pak Amin dihadirkan kembali,” ujar Djuanto SH MH sebelum menutup sidang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maharani Indrianingtyas SH mengatakan harusnya saksi yang dihadirkan dua orang. ” Harusnya saksi yang hadir adalah Pak Amin dan Rudi dari Polres Batu. Sebab beberapa kali namanya disebut oleh korban dan saksi lainnya. Tadi yang hadir hanya Pak Amin. Terdakwa Sunarko mengatakan bahwa pembongkaran itu seijin Pak amin. Jadi ada perbedaan keterangan. Kalau Pak Rudi tadi disebut sebagai orang yang kenal dengan pengembang Perum Desi Sartika.

Dari Pak Sanjaya saat sebagai saksi sudah menyebut bahwa Pak Amin dan Rudi telah membantu para terdakwa. Pak Amin dan Pak Rudi sempat datang tanya sertifikat. Bahkan disebut salah satunya meminta tanah itu untuk dibeli oleh Pak Sanjaya Namun tadi Pak Amin bilang tidak pernah ketemu dengan Pak Sanjaya,” ujar Maharani.

MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Liem Linawati, pihak korban, menjelaskan difinisi saksi yang dihadirkan dalam persidangan.

Advertisement

“Bahwa saksi itu prinsipnya melihat sendiri, mengalami sendiri dan mendengar sendiri, tidak boleh bohong karena sudah disumpah. Berbeda dengan terdakwa yang bisa ingkar. Kalau saksi memberikan keterangan tidak sebenarnya ya resikonya. Selanjutnya hakim yang memiliki kewenangan menilai kebenaran keterangan persidangan. Sesuai Pasal 242 KUHP. Bahwa saksi tidak boleh bohong. Jika ada saksi memberikan keterangan bohong, Hakim bisa menetapkan saksi sebagai tersangka dan memerintahkan penahanan. Namun harus melalui peringatan-peringatan terlebih dahulu oleh hakim,” ujar Alhaidary.

Seperti diberitakan sebelumnya Terdakwa Nafian (49) warga Jl Wukir, Gang V, RT 03/RW 02, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu dan Sunarko (48) warga Dusun Santrean, RT 03/RW 03, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu , Kota Batu, didakwa Pasal 263 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP dan atau Pasal 406 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sebab selain melakukan pemalsuan surat untuk menguasai tanah milik Liem Linawati, warga Perum Dewi Sartika, Kelurahan Temas, Kota Batu, mereka juga terlibat dalam pembongkaran tembok pembatas Perum New Dewi Sartika dengan lebar 350 cm, tinggi 210 cm, ketebalan 60 cm dengan jumlah volume 4,41 meter kubik milik Liem Linawati. Surat yang diduga palsu buatan oknum.

“Terbit surat seperti yang diinginkan Nafian. Yakni setelah Sunarko meminta tolong oknum kepolisian. Kemudian dibikinlah surat-surat tentang sporadik. Dalam surat itu dijelaskan bahwa tanah itu sejak Tahun 2000 dikuasai oleh Nafian. Kenyataanya tidak pernah mengusai. Memang ada tanda tangan Lurah Temas. Saat itu Pak Lurah percaya pada oknum hingga menandatangani surat tersebut. Surat itu kemudian digunakan untuk membuat SPPT PBB. Jadi tanah itu ada 2 SPPT PBB atas nama bu Liem dan satunya atas nama Darip. Sehingga terjadilah pembongkaran tembok tersebut pada 15 Juli 2019,” ujar Maharani.

Advertisement

Diketahui pada warkah tercatat secara jelas bahwa pada Tahun 1983 , tanah dijual oleh pemiliknya, Darip P. Sunarsih kepada Marlikah. Selanjutnya oleh Bu Marlikah dijual kepada BUN (Bank Umum Nasional). ” Saat tanah dijual ke Marlikah suratnya sudah menjadi SHM. Karena dibeli oleh PT BUN, SHM dijadikan SHGB. Kemudian pada Tahun 1993 tanah tersebut oleh PT BUN dijual ke Bu Liem,” ujar Maharani. (gie/yan)

 

Advertisement
Lewat ke baris perkakas